BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIMBISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

adsene camd

Tuesday 29 March 2016

Sejarah Ekonomi Islam


Pendahuluan
Sejak zaman Nabi Muhammad, Ekonomi Islam telah berjalan hampir diseluruh Jazirah Arab bahkan sampai ke Afrika. Hal ini ditandai dengan adanya kelompok-kelompok atau suku-suku di Arab yang melakukan transaksi atau berdagang. Baik sesama orang muslim atau dengan non muslim. Islam sangat menganjurkan perdagangan dan melarang riba (bunga).
Dalam sejarah umat Islam, kebebasan ekonomi sudah dijamin dengan berbagai tradisi masyarakat beserta sistem hukumnya. Nabi Muhammad SAW tidak bersedia menetapkan harga walaupun pada saat itu harga-harga membumbung tinggi, karena didasarkan atas prinsip tawar-menawar secara sukarela dalam perdagangan yang memungkinkan pemaksaan cara-cara tertentu agar penjual barang-barang mereka dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Selama perubahan-perubahan itu disebabkan oleh faktor-faktor nyata dalam permintaan dan penawaran yang tidak disertai dengan dorongan-dorongan monopolik (agen tunggal) maupun monopsonik (pemegang saham tunggal).  Setelah masa Nabi Muhammad SAW, umat Muslim masih mempertahankan prinsip kebebasan yang senantiasa dilaksanakan Nabi, bahkan konsep pengendalian perilaku moral di pasar.
            Selama beberapa abad pertama Hijriyah, sejumlah pakar menulis buku-buku tentang peranan dan kewajiban-kewajiban pengendali pasar. Tema yang terkandung dalam semua tulisan tersebut adalah pelestarian prinsip kebebasan di pasar dan penghapusan unsur-unsur monopolistik (monopoli secara terstruktur). Prinsip tersebut dipertahankan oleh banyak hakim Muslim, bahkan sampai mengancam sistem hukum itu sendiri dengan mencabut hak untuk ikut campur dalam kasus monopoli. Berdasarkan hal tersebut, Islam tidak menyetujui jika terdapat organisasi sosial dan rencana kesejahtraan sosial apapun apabila organisasi/ lembaga tersebut menekan individu-individu dan mengikat mereka dengan otoritas sosial, sehingga kepribadian mereka yang bebas akan hilang, dan sebagian besar diantara mereka menjadi sekadar mesin atau alat yang berada ditangan segelintir orang.

A.    Perekonomian Zaman Rasululllah
Sejarah ekonomi Islam berawal dari di angkatnya Muhammad sebagai utusan Allah pada usia ke 40. Rasulullah mengeluarkan berbagai kebijakan yang selanjutnya diikuti dan diteruskan oleh pengganti-penggantinya yaitu khulafaurrasyidin. Pemikiran ekonomi Islam didasarkan atas Al-Qur’an dan al-hadits.
Kehidupan Rasulullah Saw dan masyarakat muslim di masa beliau adalah teladan yang paling baik implementasi Islam, termasuk dalam bidang ekonomi. Meskipun pada masa sebelum kenabian Muhammad Saw adalah seorang pebisnis, tetapi yang dimaksudkan perekononmian di Rasulullah di sini adalah pada masa Madinah. Pada periode Makkah masyarakat Muslim belum sempat membangun perekonomian, sebab masa itu penuh dengan perjuangan untuk mempertahankan diri dari intimidasi orang-orang Quraisy.
Barulah pada periode Madinah Rasulullah memimpin sendiri membangun masyarakat Madinah sehingga menjadi sejahatera dan beradab. Meskipun perekonomian pada masa beliau relatif masih sederhana, tetapi beliaua telah menunjukkan prisip-prinsip yang mendasar bagi pengelolaan ekonomi. Dalam hal ini strategi yang di lakukan oleh Rasulullah adalah dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.       Membangun Masjid  
2.      Merehabilitas Kaum Muhajirin 
3.      Membangun Konstitusi Negara 
4.      Meletakan Dasar-Dasar Sistem Keuangan Negara
Rasulullah adalah teladan yang paling baik. Seriap perkataan, perbuatan, hingga persetujuannya menjadi sunnah bagi umat Islam. Begitu juga dalam hal ekonomi, Rasulullah menjadi panutan yang sempurna.
Sebagaimana anggota suku Quraisy lannya, Rasulullah menekuni dunia perdagangan sebagai matapencahariannya. Dalam melakukan usaha dagangnya, Rasulullah menggunakan modal orang lain yang tidak mampu menjalankan usahanya sendiri. Dari hasil pengelolaan modal tersebut beliau mendapat upah atau bagi hasil sebagai mitra.
Rasulullah sering malakukan perjalanan bisnis ke berbagai negeri, seperti Syiria, Yaman dan Bahrain untuk mempertahankan usahanya. Oleh penduduk Mekkah Rasulullah dikenal sebagai pedagang yang piawai  dan jujur, hal in berimplikasi pada bertambahnya modal yang dipercayakan untuk dikelola oleh beliau.
Meskipun pada masa sebelum kenabian Rasulullah sudah di kenal sebagi seorang pebisnis, tatepi yang dimaksud perekonomian di sini adalah pada masa Madinah. Pada masa Mekkah masyarakat muslim belum sempat membangun perekonomian, sebab pada masa itu penuh dengan perjuangan untuk membela diri dari intimidasi kafir Quraisy. Barulah pada periode Madinah Rasulullah memimpin sendiri masyarakat madinah sehingga menjadi masyarakat yang sejahtera dan beradab.
Meski masih terbilang sederhana, tetapi beliau telah menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelolaan perekonomian. Karakter umum perekonomian pada masa itu adalah komitmennya yang tinggi terhadap etika dan moral, serta perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan pemerataan kekayaan.
Untuk menjaga agar mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai syari’ah Islam, yang berada pada jalur etika dan moralitas, Rasulullah mendirikan Al-Hisbah. Al-Hisbah adalah institusi yang bertugas sebagai pengawas pasar (market controller). Rasulullah juga membentuk Baitul Maal, sebuah instirusi yang bertugas mengelola keuangan negara. Dalam perekonomian Baitul Maal memegang peran penting, salah satunya adalah dalam melakukan kebijakan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat.
Setelah menyelesaikan masalah politik dan konstitusional, Rasulullah Saw merubah sistem ekonomi dan keuangan negara sesuai dengan ketentuan Alquran. Prinsip-prinsip kebijakan ekonomi yang dijelaskan Alquran adalah sebagai berikut:
1.      Allah Swt adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolut alam semesta. Manusia hanyalah khalifah Allah Swt di muka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya.
2.      Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah  dengan izin Allah Swt. oleh karena itu, manusia yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki manusia lain yang lebih beruntung.
3.      Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba, harus dihilangkan.
4.      Menerapkan sistem warisan sebagai media re-distribusi kekayaan.

 Adapun yang menjadi sumber pendapatan negara pada masa ini, di antaranya zakat, khums min al-ghanain (seperlima dari harta rampasan perang), jizyah (pajak perorangan kaum zimmi), kharaj (pajak hasil pertanian), fai, wakaf, sedekah, dan lain sebagainya.

B.     Perekonomian zaman Khulafaurrasyidin
1.      Masa Pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq
Setelah Rasulullah Saw wafat, kepemimpinan Islam dilanjutkan oleh khulafaurrasyidin. Dan Abu Bakar ash-shiddiq adalah khalifah Islam yang pertama. Adapun dalam usahanya, Abu Bakar meningkatkan kesejahteraan umat Islam dengan melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktikkan Rasulullah Saw. Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya.
Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin hingga tidak ada yang tersisa. Dalam mendistribusikan harta Baitul Mal tersebut, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan, memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk Islam dengan sahabat yang baru memeluk Islam, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria dengan wanita. Menurutnya, dalam hal keutamaan beriman, Allah Swt yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih baik dari pada prinsip keutamaan.
Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan ketika Abu Bakar ash-shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan.

2.      Masa Pemerintahan Umar ibn al-Khattab
Pada masa pemerintahan Umar ibn al-khattab yang berlangsung selama sepuluh tahun, Umar banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh Persia. Administrasi pemerintah diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Mekah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.
Khalifah Umar ibn al-khattab (40 SH – 23 H/ 584 – 644 M ) dipandang paling banyak melakukan inovasi dalam perekonomian. Umar membangun Baitul Mal yang reguler dan permanen di ibu kota, kemudian dibangun cabang-cabang dan di ibu kota provinsi. Selain sebagai bendahara negara, Baitul Mal juga bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiskal dan khalifah adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut.
Bersamaan dengan reorganisasi Baitul Mal, Umar mendirikan Diwan Islam yang pertama, yang disebut al-Diwan. Sebenarnya al-Diwan adalah sebuah kantor yang ditujukan untuk membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun serta tunjangan lainnyadalam basis yang reguler dan tepat. Khalifah juga menunjukkan sebuah komite yang terdiri dari Nassab ternama untuk membuat laporan sensus penduduk Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn al-khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti:
a.       Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
b.      Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
c.       Departemen Pendidikan dan Pembangunan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d.      Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
Pada masa Pemerintahannya, Khalifah Umar ibn al-khattab mengklasifikasi pendapatan negara menjadi empay bagian, yaitu:
a.       Pendapatan zakat dan ‘ushr (pajak tanah). Pendapatan ini didistribusikan dalam tingkat lokal jika kelebihan penerimaan sudah disimpan di Baitul Mal Pusat dan dan dibagikan kepada delapan ashnaf.
b.      Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan kepada para fakir miskin atau untuk membiayai mereka yang sedang mencari kesejahteraan, tanpa diskriminasi apakah ia seorang muslim atau bukan.
c.       Pendapatan kharaj, fai, jizyah, ‘ushr (pajak perdagangan), dan sewa tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer dan sebagainya.
d.      Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar dan dana sosial lainnya.

Selain hal-hal tersebut, Khalifah Umar ibn al-khattab juga menerapkan beberapa kebijakan ekonomi lainnya, seperti:
a.       Kepemilikan Tanah. Dalam memperlakukan tanah-tanah taklukan, Umar tidak membagi-bagikannya kepada kaum muslimin, tetapi membiarkan tanah tersebut tetap berada pada pemiliknya dengan syarat membayar kharaj dan jizyah. Ia beralasan bahwa penaklukan dilakukan yang pada masanya meliputi tanah yang demikian luas sehingga bila dibagi-bagikan dikhawatirkan akan mengarah kepada praktek tuan tanah.
b.      Zakat. Khalifah Umar ibn al-khattab menetapkan kuda, karet, dan madu sebagai objek zakat karena, pada masanya, ketiga hal tersebut telah lazim diperdagangkan, bahkan secara besar-besaran sehingga mendatangkan keuntungan bagi para penjualnya.
c.       ‘Ushr. Khalifah Umar ibn al-khattab menerapkan pajak ‘ushr kepada para pedagang yang memasuki wilayah kekuasaan Islam.
d.      Mata uang. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn al-khattab, bobot mata uang dinar seragam, yaitu sama dengan satu mitsqal atau 20 qirat atau 100 grain barley.

3.      Masa Pemerintahan Utsman ibn Affan
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Utsman ibn Affan pada enam tahun pertama melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar ibn al-khattab. Dalam rangka pengembangan sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan.
Khalifah Utsman ibn Affan tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya, ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan menyimpan uangnya di bendahara negara. Hal tersebut, menimbulkan kesalahpahaman dengan Abdullah ibn Arqam, bendahara Baitul Mal. Konflik ini tidak hanya membuat Abdullah menolak upah dari pekerjaannya, tetapi juga menolak hadir pada setiap pertemuan publik yang dihadiri Khalifah . permasalahan tersebut semakin rumit ketika muncul berbagai pernyataan kontroversi mengenai pengeluaran harta Baitul Mal yang tidak hati-hati.
Khalifah Utsman ibn Affan tetap mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, ia memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian, dalam pendistribusian harta Baitul Mal, Khalifah Utsman ibn Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya Umar ibn al-khattab.
Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah Utsman ibn Affan mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat. Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman ibn Affan, tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah Utsman ibn Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum muslimin. Akibatnya, pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah.
4.      Masa Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang hanya berlangsung selama enam tahun selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan berbagai yang mendorong peningkatan kesejahteraan umat Islam. Menurut sebuah riwayat, ia secara sukarela menarik diri dari daftar penerima dana bantuan Baitul Mal. Selama masa pemerintahannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib menetapkan pajak terhadap hasil hutan dan sayuran.
Pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, berkaitan dengan kebijakan yang diambil selama enam tahun adalah:
a.       Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada Baitul Mal, berbeda dengan Umar ibn Khattab yang menyisihkan untuk cadangan.
b.      Pengeluaran angkatan laut dihilangkan.
c.       Adanya kebijakan pengetatan anggaran.
d.      Dan hal yang sangat monumental adalah pencetakan mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam, di mana sebelumnya kekhalifahan Islam menggunakan uang dinar dari Romawi dan Dirham dari Persia.

C.    Perekonomian Zaman Umayyah 
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Umayyah
Keberhasilan yang dicapai Bani Umayyah ini memberikan bentuk pemikiran ekonomi yang berbeda pula, tepatnya ketika dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khalifah Bani Umayyah, kondisi Baitul Maal berubah. Masa pemerintahan Bani Umayyah inilah, Baitul Maal dibagi menjadi dua bagian; umum dan khusus. Pendapatan Baitul Maal umum diperuntukkan bagi seluruh masyarakat umum, sedangkan pendapatan Baitul Maal khusus diperuntukkan bagi para Sultan dan keluarganya. Namun dalam praktiknya, tidak jarang ditemukan berbagai penyimpangan penyaluran harta Baitul Maal tersebut. Dengan demikian telah disfungsi penggunaan Baitul Maal pada masa pemerintahan Daulah Umayyah.
Kegiatan Perekonomian pada Masa Kekhalifahan Bani Umayah
Pada masa pra-Islam, uang Romawi dan Persia digunakan di Hijaz, di samping beberapa uang perak Himyaryang bergambar burung hantu Attic. Umar, Muawiyah, dan para khalifah terdahulu yang lain merasa cukup dengan mata uang asing yang beredar, dan mungkin pada beberapa kasus, terdapat kutipan ayat Al Quran tertentu pada koin-koin itu. Sejumlah uang emas dan perak pernah dicetak sebelumnya pada masa Abd Al Malik, tetapi cetakan itu hanyalah tiruan dari mata uang Bizantium dan Persia. Pada tahun 695, Abd Al Malik mencetak dinar emas dan dirham perak yang murni hasil karya orang Arab. Wkilnya Irak, Al Hajjaj, mencetak uang perak di Kuffah pada tahun berikutnya.

D.    Perekonomian Zaman Abbasiyah
Peran penting ekonomi sangat di sadari oleh para khalifah Dinasti Abbasiyah dalam menentukan maju mundurnya suatu negara. Oleh karena ini, mereka memberikan perhatian khusus pada pengembangan sektor ini, terutama periode pertama Dinasti Abbasiyah . upaya kearah kemajuan ini sebenarnya sudah di mulai sejak masa pemerintahan al-Mansur. Yaitu dengan dipindahkannya pusat pemerintahan ke Bagdad tiga tahun setelah dia di lantik menjadi khalifah.
Dijadikannya kota baghdad sebagai pusat kendali pemerintahan itu mempunyai arti tersendiri bagi perkembangan dan kemajuan di bidang ekonomi. Baghdad merupakan sebuah kota yang terletak didaerah yang sangat strategis bagi perniagaan dan perdagangan. Sungi tigris bisa dilayari sampai kota ini. Begitu juga terdapat jalur pelayaran ke sungai eufrat yang cukup dekat. Sehingga barang-barang dagangan dan perniagaan dapat diangkut menghilir sungai eufratdan tigris dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Di samping itu, yang terpenting ialah terdapatnya jalan nyaman dan aman dari semua jurusan. Akhirnya Baghdad menjadi daerah sangat ramai, karena disamping sebagai ibu kota kerajaan juga sebagai kota niaga yang cukup marak pada masa itu. Dari situlah negara akan dapat devisa yang sangat besar jumlahnya.
Selain itu faktor pertambahan jumlah penduduk juga merupakan suatu faktor turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dimana semakin pesat pertumbuhan penduduk, maka semakin besar dan banyak pula faktor permintaan pasar (demand). Hal ini pada gilirannya memicu produktivitas ekonomi yang tinggi.


Source:
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam; dari masa klasik hingga kontemporer, (Depok: Gramata Publishing, 2005)
Chamid,  Nur, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

Iqbal, Zamir dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam; Teori dan Praktik, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008)

Nasution, Mustafa Edwin, Pengenalan Eksklusif; Ekonomi Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Cet. 3

Rozalinda, Ekonomi Islam; Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014)

Suprayitno, Eko, Ekonomi Islam; Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005)

UII, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (Depok: Rajagrafindo Persada, 2013), cet. 5



No comments:

Post a Comment

Baca Juga