Salah
satu tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti tertera
dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa
yang cerdas adalah bangsa yang memiliki kemampuan untuk belajar serta mampu
beradaptasi dengan situasi yang baru atau situasi pada umumnya. Dalam arti lain
yaitu mampu bangkit dari segala kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Namun,
realitanya bahwa saat ini Indonesia sedang dilanda krisis yang kompleks,
termasuk bidang pendidikan. Sejak awal kemerdekaan, para perintis dan pejuang
bangsa telah menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat urgen
dalam pembangunan bangsa.
Berbicara pendidikan, sama halnya
membicarakan peradaban manusia. Perkembangan pendidikan sangat berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakat. Seiring dengan hal itu,
pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembagan iptek dan budaya. Perkembangan tersebut akan berpengaruh
juga bagi peradaban manusia. Jean Jaqques Rosseau, seorang tokoh pembaharu
Prancis menyebutkan bahwa “semua yang kita butuhkan dan semua
kekurangan kita di waktu lahir, hanya bisa dipenuhi melalui pendidikan”. UNISCO,
Badan PBB yang menangani pendidikan menyerukan kepada seluruh bangsa-bangsa di
dunia bahwa “ jika ingin membangun dan berusaha untuk memperbaiki keadaan seluruh
bangsa, maka haruslah kita mulai dari pendidikan. Sebab, pendidikan adalah
kunci menuju perbaikan terhadap peradaban”.
Problematika Pendidikan Bangsa ini
Hingga saat ini, pendidikan di
Indonesia masih jauh dari yang diharapakan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Pertama, sistem pendidikan.
Sistem pendidikan indonesia mulai sejak dulu hingga sekarang masih belum mampu sepenuhnya
menjawab kebutuhan dan tantangan global. Program pemerataan dan peningkatan
kulitas pendidikan yang selama ini menjadi fokus pembinaan masih menjadi
pekerjaan rumah bagi bangsa ini. Di lain pihak, jumlah penduduk usia pendidikan
dasar masih sangat banyak jumlahnya. Sementara kualitas pendidikan di Indonesia
masih terbilang rendah.
Dari
hasil survei yang dilakukan oleh
OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) pada tahun 2015,
dinyatakan bahwa kualitas pendidikan Indonesia berada pada urutan 69 dari 76
negara yang mengikuti tes PISA, yaitu studi internasional tentang prestasi membaca,
matematika dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun.
Kondisi
ini diperkuat dengan beberapa penelitian lain seperti yang dilakukan oleh
Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) bahwa siswa Indonesia hanya
menempati urutan ke-37 dari 44 negara berkembang dengan kemampuan sains yang
baik. United Nations for Development Program (UNDP) juga menyatakan hal senada
bahwa Indonesia hanya berada di ururtan ke-111 dari 177 negara di dunia. Dengan
data ini, Indonesia ternyata sudah kalah dibandingkan dengan negara tetangga
seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan juga Singapura.
Kedua,
mahalnya biaya pendidikan. Permasalahan tentang biaya pendidikan masih menjadi momok
bagi masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah. Sebab, selama ini pendidikan
yang diselenggarakan di Indonesia masih memandang adanya kelas-kelas dalam hal
biaya pendidikan. Semakin berkualitas lembaga pendidikan, maka semakin mahal
pula biaya yang harus dikeluarkan. Masalah ini menyebabkan masyarakat kelas
bawah tidak dapat mengenyam pendidikan yang berkualitas. Padahal seharusnya pendidikan
berkualitas berlaku untuk seluruh warga negara tanpa terkecuali bukan hanya
golongan atas saja. Sebab, pendidikan merupakan hak asasi sehingga harus
diselenggarakan secara merata.
Ketiga
adalah sarana dan prasana pendidikan yang kurang merata. Sarana dan prasarana
pendidikan merupakan komponen penting yang perlu disiapkan secara cermat guna
menghasilkan KBM yang efektif dan efisien. Pada Bab VII Pasal 42 Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 menyebutkan
bahwa: Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan
habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat bekreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Berdasar
pada pasal ini, sangat pas bagi sekolah yang berada di kota, kebutuhan
akan sarana dan prasarana mampu tercukupi dengan baik. Namun sebaliknya bagi
sekolah yang berada di daerah-daerah yang serba terbatas.
Pendidikan Masyarakat Kelas Bawah
Dari permasalahan di atas, pendidikan
di Indonesia seakan-akan berpihak pada orang-orang yang mempunyai banyak uang saja.
Mereka mampu menyenyam pendidikan berkualitas di sekolah bagus dengan biaya
yang mahal. Hal seperti ini seringkali menyebabkan menurunnya semangat belajar
masyarakat kelas bawah. Sebab, mereka tidak mampu untuk membayar biaya
pendidikan yang relatif tinggi. Alhasil, mereka memilih bekerja dari pada
melanjutkan sekolah.
Dalam konteks ini, pemerintah
sebagai penanggung jawab terselenggaranya pendidikan berkualitas secara merata
harus terus mencari solusi guna mengatasi masalah tersebut. Memperbaiki
sistem-sistem pendidikian, memberikan beasiswa atau sekolah gratis, khususnya
bagi masyarakat ekonomi bawah. Yang paling penting, jangan sampai
kebijakan-kebijakan fundamental seperti ini diberikan kepada pihak yang tidak
bertanggung jawab yang dapat merusak berjalannya sistem yang telah ada.
Dengan demikian, diharapkan semangat
belajar masyarakat akan bangkit dan semakin meningkat. Sebab, kebangkitan pendidikan
masyarakat kelas bawah sangat menentukan terhadap terwujudnya cita-cita untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Wallahu A’lam bi ash-Shawab
No comments:
Post a Comment