BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIMBISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

adsene camd

Sunday 27 March 2016

Calon Independen: Koreksi Terhadap Kinerja Partai


Pemilihan kepala daerah DKI Jakarta memang masih belum dimulai, bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur juga belum ada, namun suasana persaingan pemilihan Gubernur DKI Jakarta kian memanas. Rumor yang santer diberitakan di berbagai media bahwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang sekarang masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta akan tampil kembali dalam pemilihan Gubernur periode 2017-2022 mendatang. Sejumlah nama yang juga berniat maju di Pilgub DKI Jakarta adalah Yusril Mahendra, Adyaksa Dault, serta pasangan Ahmad Taufik-Mujtahid Hasyem.
Yang paling menyita perhatian publik adalah pernyataan Ahok dan pasangan Ahmad Taufik-Mujtahid Hasyem yang akan maju pada Pilgub 2017 mendatang melalui jalur independen. Nampaknya, jumlah orang yang bertekad maju dalam persaingan Pilkada terus bertambah. Hal inilah yang menjadi polemik serta menjadi keresahan di kalangan Parpol.
Menillik ke belakang, contoh calon independen yang berhasil memenangkan pemilihan kepala daerah sudah ada. Pasangan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar yang sukses merebut kursi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam. Keberhasilan serupa disusul calon independen pasangan  Christian N Dillak, SH- Zacharias P Manafe (Rote Ndou, Nusa Tenggara Timur), OK Arya Zulkarnaen-Gong Martua Siregar (Kabupaten Batubara, Sumatera Utara) dan Aceng Fikri-Raden Dicky Chandra (Kabupaten Garut, Jawa Barat). Hasil seperti ini tak menutup kemungkinan akan terjadi pada pilgub DKI Jakarta juga.
Dengan fakta ini, calon ketua daerah yang maju melalui jalur independen mempunyai peluang cukup besar untuk mengalahkan calon yang diusung oleh parpol dalam pertarungan memperebutkan kursi kekuasaan. Hal ini merupakan bukti bahwa kepercayaan rakyat terhadap partai politik semakin memudar. Di tambah dengan problem-problem internal parpol yang seringkali menghiasi media baik elektronik atau cetak. 
Calon independen muncul bukan tanpa sebab. Masyarakat sudah jenuh melihat kinerja partai politik yang buruk.  Parpol tidak lagi memiliki kader-kader yang dianggap layak untuk menduduki jabatan sebagai kepala daerah.

 Kaderisasi Partai
Pada pesta demokrasi Desember 2015 lalu menjadi bukti nyata bahwa kaderisasi yang dilakukan oleh parpol tidak berjalan dengan baik. Kurangnya sumber daya manusia menjadi alasan klasik parpol dalam mempersiapkan kadernya. Padahal pemilihan kepala daerah merupakan agenda rutin yang mewajibkan bagi partai untuk menyodorkan kadernya yang mampu dan siap menjadi kepala daerah.
Penilaian ini di kuatkan berdasarkan hasil survei Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2014 lalu yang di­publikasikan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan. Dalam survei tersebut, sepanjang tahun 2014, parpol nyaris tidak melakukan proses regenerasi. Indeks terse­but menggunakan penilaian dari skala 0 sampai 100 dengan metode review surat kabar lokal, review dokumen, focus group discussion, dan wawan­cara mendalam.
Hal senada juga dikemukaan oleh Syairif Hidayat, seorang peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bahwa pada tahun 2014 tidak ada kaderisasi karena parpol sibuk dengan urusan pemilu. Akibatnya, pada pesta demokrasi 2015 parpol kewalahan menyiapkan kadernya sebagai calon kepala daerah.
Kasus gugurnya pasangan Rasiyo dan Dhimam Abror yang diusung Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) untuk menjadi walikota  Surabaya 2015 lalu menjadi bukti nyata ketidaksiapan parpol. Pasangan tersebut gugur karena dianggap tidak bisa memenuhi syarat sebagai peserta pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Surabaya.
Dilihat dari fungsi dan tujuan partai politik adalah mencetak calon pemimpin, baik daerah ataupun nasional. Jika dalam pencalonan tersebut terdapat masalah, maka masalah terbesar teletak pada proses kaderisasi.
Jadi diamati secara lebih mendalam, terdapat kegagalan besar dalam proses rekrutmen parpol dalam mencari kader-kader yang berintegritas dan siap memimpin. Jika terus dibiarkan maka proses kaderisasi partai akan stagnan bahkan semakin mundur dalam melahirkan kader-kader  pemimpin bangsa.

Kembali pada Khitah Partai Politik
Dengan fakta diatas, seharusnya menjadi pecut semangat bagi partai politik untuk  kembali kepada khitahnya. Memperbaiki kinerja dan mengambil peran penting dalam melahirkan calon-calon pemimpin bangsa guna membantu menyejahterakan rakyat. Jika tidak, partai politik hanya akan menjadi penghancur dan penghambat terbesar untuk membangun kesejahteraan bangsa.  
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008, khitah partai politik adalah berjuang dan membela kepentingan bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasar Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuan partai politik adalah sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik, dan sarana pengatur konflik.
Oleh sebab itu, khitah dan tujuan partai politik harus segera dikembalikan. Jangan sampai sebatas dijadikan kendaraan bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memperoleh kekuasaan semata. Sebab, hal itu akan mempengaruhi terhadap kinerja parpol dan menambah catatan buruk bagi masyarakat.
Jika partai politik telah berjalan sesuai khitah dan tujuannya, maka bisa dipastikan keadaan politik di Indonesia akan semakin baik sehingga mampu membawa kesejahteraan bagi bangsa.
 Wallahu A’lam Bis-Shawab

                                                                                               

No comments:

Post a Comment

Baca Juga