BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIMBISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

adsene camd

Friday 1 January 2016

Nestapa Manusia Perahu

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Belakangan ini media (elektronik atau cetak) di Indonesia ramai manyajikan berita tentang etnis Rohingya lantaran mereka menjadi pengungsi yang terkatung-katung di laut dengan jumlah yang tidak sedikit. Setelah ditolak di Negara Malaysia, Thailand sebelum  akhirnya mereka diselamatkan oleh nelayan Aceh. Siapakah etnis Rohingya itu? Rohingya merupakan salah satu etnis minoritas di Myanmar yang tinggal di Provinsi Rakhine yang dulunya bernama Arakan.  Namun fakta-fakta sejarah mengenai etnis Rohingya cukup bervariasi, banyak perbedaan dan klaim para sejarawan dalam mendeskripsikan asal-usul bangsa ini.
Seorang sejarawan bernama Khalilur Rahman mengatakan bahwa kata "Rohingya" berasal dari bahasa Arab yaitu "Rahma" yang berarti pengampunan. Dia juga menelusuri tentang peristiwa kecelakaan kapal pada abad ke-8, tepatnya pada saat kapal Arab terdampar di Pulau Ramree (perbatasan Myanmar dan Bangladesh). Pada saat itu, para pedagang keturunan Arab itu terancam hukuman mati oleh Raja Arakan. Mereka memberontak dan berteriak "Rahma." Penduduk Arakan kesulitan untuk menyebut Kata "Rahma" mereka justru menyebut "Raham" (kasihanilah kami) dari "Raham" kata itu berubah menjadi "Rohang" dan akhirnya menjadi "Rohingya."
Sejarahwan lain, bernama MA Chowdhury berpendapat lain. Chowdhury meyakini bahwa populasi Muslim yang bernama "Mrohaung" di antara warga Myanmar. Warga "Mrohaung" ini berasal dari Kerajaan Kuno Arakan dan nama "Mrohaung" diubah menjadi "Rohang."
Sedangkan menurut sejarawan Myanmar, Khin Maung Saw menjelaskan bahwa warga Rohingya tidak pernah muncul dalam sejarah Myanmar, sebelum tahun 1950. Sejarawan Myanmar lainnya juga yakin, tidak ada kata "Rohingya" dalam sensus penduduk 1824 yang dilakukan oleh Kolonial Inggris.
Sejarah Perjalanan Etnis Rohingya
Dalam catatan sejarah etnis Rohingya berasal dari pedagang Arab yang bermukin di wilayah Rakhine (perbatasan Bangladesh dan Myanmar saat ini) pada Abad ke-7. Pada tahun 1785 Kerajaan Birma (sekarang Myanmar) melakukan invasi militer ke wilayah Rakhine dan berhasil menguasainya. Namun mereka tidak mau mengakui keberadaan etnis Rohingya sebagai warganya.
 Hal ini ada perubahan ketika Inggris melakukan kolonialisasi pada 1826. Pemerintah Kolonial Inggris memindahkan beberapa etnis Rohingya ke wilayah Birma dengan tujuan untuk membantu peningkatan produksi pertanian karena wilayah Birma cocok untuk pertanian.
Pada awal Abad ke-19, gelombang imigrasi kaum Rohingya ke Birma semakin besar, tidak jarang terjadi bentrokan dengan penduduk asli Birma yang beragama Budha. Namun, pada saat itu Pemerintah Inggris mampu meredam konflik etnis di sana. Namun, kondisi ini diperparah ketika Jepang melakukan invasi militer ke Birma pada era Perang Dunia II, Inggris terpaksa angkat kaki dari Birma.
Pada masa Pendudukan Jepang, umat Budha lebih mendapatkan tempat di pemerintahan dibandingkan dengan etnis Rohingya. Sementara itu, Etnis Rohingya dibantu oleh Pemerintah Inggris, mereka dipersenjatai agar bisa melawan Jepang. Sayangnya, hal itu diketahui oleh Pemerintah Jepang, sehingga timbullah pembantaian kepada etnis Rohingya. Dari peristiwa tersebut, banyak dari mereka yang melarikan diri ke Bangladesh. Hal inilah yang kelak menyebabkan etnis Rohingya tidak mendapat pengakuan dari Pemerintah Myanmar sekarang.
Selepas Perang Dunia II, Etnis Rohingya sempat mendirikan negara. Namun, tidak ada satu pun negara yang mau mengakuinya. Di sisi lain, Birma telah mendapatkan kemerdekaan pada 1948, mereka menganggap Rohingya merupakan pemberontak yang harus dibasmi. Keadaan etnis Rohingya semakin parah ketika Jenderal Ne Win melakukan kudeta pada 1962, sehingga muncullah operasi militer terhadap etnis Rohingya, salah satu operasi yang paling terkenal adalah "Operasi Raja Naga" pada 1978, akibatnya 200.000 etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Pemerintah Bangladesh sempat melakukan protes terkait gelombang pengungsi sebanyak itu. Mengingat Bangladesh baru saja memisahkan diri dari Pakistan. PBB pun turun tangan untuk mengatasi masalah Rohingya.
Dalam kesepakatan yang dimediasi oleh PBB, etnis Rohingya dapat kembali ke Myanmar. Pemerintah Bangladesh pun menyambutnya dengan keputusan jika Rohingya bukan merupakan bagian dari warga negara Bangladesh. Keadaan etnis Rohingya tidak juga membaik, Pemerintah Junta Militer Myanmar pun masih melakukan diskriminasi terhadap etnis Rohingya sehingga pecah kerusuhan besar pada tahun 2012 dan 2014.
Pada tahun 2015, Pemerintah Myanmar mencabut status kewarganegaraan etnis Rohingya, sehingga mereka tidak punya kewarganegaraan lagi. Inilah yang menyebabkan mereka mengungsi keluar dari Myanmar karena tidak punya status kewarganegaraan lagi dan perlakuan diskriminasi yang ditujukan kepada mereka.
Sekitar 300.000 Kartu Putih, tanda terakhir yang menunjukkan mereka adalah penduduk Myanmar, sudah diminta dikembalikan oleh pihak berwenang dan dinyatakan tidak berlaku sejak 31 Maret lalu. Dengan kartu itu, kaum Rohingya  boleh memberikan suara dalam pemilihan umum. Namun setelah pencabutan kartu identitas tersebut secara otomatis kaum rohingya tidak mempunyai kewarganegaraan dan  tidak memiliki hak suara dalam pemilihan umum.
Pencabutan kartu identitas penduduk inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat mereka nekat mempertaruhkan nyawa mengarungi laut.
Nasib Rohingya
Dalam perjalanan mengarungi lautan, mereka menumpang terhadap kapal-kapal yang diduga dikendalikan oleh jaringan penyelundup manusia dengan tujuan utama Malaysia. Namun ditengah perjalanan ditipu oleh tekong perahu dan akhirnya terdampar di perairan Aceh Utara. Pada awalnya, para pengungsi Rohingya diusir dari perairan Indonesia oleh Angkatan Laut Indonesia sehingga tindakan tersebut dianggap sebagai aib kemanusiaan dunia internasional, meskipun mereka telah memberikan bantuan berupa bahan bakar, makanan dan air.
Pada akhirnya para pengungsi Rohingya diselamatkan oleh nelayan Aceh. Mereka bisa sejenak melepas dahaga dan mendapatkan perlindungan dari pemerintah setempat. Namun terlepas dari itu nasib mereka hingga kini masih belum jelas. Pemerintah belum memberikan keputusan yang tegas mengenai mereka. Apakah akan mengembalikan kepada pemerintahan Myanmar atau menjadikan mereka sebagai warga Negara Indonesia.
Oleh sebab itu, Pemerintah diharapkan sesegera mungkin memberikan keputusan yang jelas mengenai nasib para pengungsi Rohingya tersebut. Jika tidak, dikhawatirkan para pengungsi akan berdatangan lebih banyak lagi. Jika benar demikian maka akan semakin banyak dari pengungsi Rohingya yang akan menderita.
Wallahu A’lam Bish-Sawab                                


No comments:

Post a Comment

Baca Juga