BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIMBISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

adsene camd

Thursday, 31 March 2016

Peranan Bank Syariah

Hallo sahabat semua...........
semoga sehat selalu dan dilindungi oleh Allah SWT. Amien.

Pada postingan lalu, saya telah memposting tentang Pengertian Bank Syariah dan karakteristik bank syariah, postingan kali ini merupakan lanjutan dari postingan sebelumnya. Pastikan kalian semua telah membaca apa yang dimaksud bank syariah  dan bagaimna karakteristiknya itu, sebelum membaca postingan sang satu ini.






 PERANAN BANK SYARIAH
Sistem Lembaga Keuangan atau yang lebih khusus lagi disebut sebagai aturan yang menyangkut aspek keuangan dalam sistem mekanisme keuangan suatu negara, telah menjadi instrumen penting dalam memperlancar jalannya pembangunan suatu bangsa. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam tentu saja menuntut adanya sistem baku yang mengatur dalam kegiatan kehidupannya. Termasuk di antaranya kegiatan keuangan yang dijalankan oleh setiap umat. Hal ini berarti bahwa sistem baku termasuk dalam bidang ekonomi. Namun, di dalam perjalanan hdup umat manusia, kini telah terbelenggu dalam sistem perekonomian yang bersifat sekuler.
Khusus di bidang perbankan, berdirinya De Javasche Bank pada tahun 1872, telah menanamkan nilai-nilai sistem perbankan yang sampai sekarang telah mentradisi dan bahkan sudah mendarah daging di kalangan masyarakat Indonesia, tanpa kecuali umat Islam. Rasanya sulit untuk menghilangkan tradisi yang semacam itu, namun apakah hal itu akan berlangsung terus menerus ? Upaya apakah yang mungkin dapat dijadikan sebagai suatu alternatif solusinya ?
Suatu kemajuan yang cukup menggembirakan, menjelang abad XX terjadi kebangkitan umat Islam dalam segala aspek. Dalam sistem keuangan, berkembang pemikiran-pemikiran yang mengarah pada reorientasi sistem keuangan, yaitu dengan menghapuskan instrumen utamanya : bunga. Usaha tersebut dilakukan dengan tujuan mencapai kesesuaian dalam melaksanakan prinsip-prinsip ajaran Islam yang mengandung dasar-dasar keadilan, kejujuran dan kebajikan.
Keberadaan perbankan Islam di tanah air telah mendapatkan pijakan kokoh setelah lahirnya Undang-undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 yang direvisi melalui Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, yang dengan tegas mengakui keberadaan dan berfungsinya Bank Bagi Hasil atau Bank Islam. Dengan demikian, bank ini adalah yang beroperasi dengan prinsip bagi hasil. Bagi hasil adalah prinsip muamalah berdasarkan syari’ah dalam melakukan kegiatan usaha bank.
Berbicara tentang peranan sesuatu, tidak dapat dipisahkan dengan fungsi dan kedudukan sesuatu itu. Diantara peranan bank Islam adalah :
1.  Memurnikan operasional perbankan syari’ah sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat .
2.      Meningkatkan kesadaran syari’ah umat Islam sehingga dapat memperluas segmen dan pangsa pasar perbankan syari’ah .
3.     Menjalin kerja sama dengan para ulama karena bagaimanapun peran ulama, khususnya di Indonesia, sangat dominan bagi kehidupan umat Islam.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keuangan bank maupun non-bank yang bersifat formal dan beroperasi di pedesaan, umumnya tidak dapat menjangkau lapisan masyarakat dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Ketidakmampuan tersebut terutama dalam sisi penanggungan risiko dan biaya operasi, juga dalam identifikasi usaha dan pemantauan penggunaan kredit yang layak usaha. Ketidakmampuan lembaga keuangan ini menjadi penyebab terjadinya kekosongan pada segmen pasar keuangan di wilayah pedesaan. Akibatnya 70 % sampai dengan 90 % kekosongan ini diisi oleh lembaga keuangan non-formal, termasuk yang ikut beroperasi adalah para rentenir dengan mengenakan suku bunga yang tinggi. Untuk menanggulangi kejadian-kejadian seperti ini perlu adanya suatu lembaga yang mampu menjadi jalan tengah. Wujud nyatanya adalah dengan memperbanyak mengoperasionalkan lembaga keuangan berprinsip bagi hasil, yaitu : Bank Umum Syari’ah, BPR Syari’ah dan Baitul Mal wa Tamwil.
Adanya bank Islam diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank Islam. Melalui pembiayaan ini bank Islam dapat menjadi mitra dengan nasabah, sehingga hubungan bank Islam dengan nasabah tidak dapat lagi sebagai kreditur dan debitur tetapi menjadi menjadi hubungan kemitraan.
Secara khusus peranan bank syari’ah secara nyata dapat terwujud dalam aspekaspek berikut :
1.  Menjadi perekat nasionalisme baru, artinya bank syari’ah dapat menjadi fasilitator aktif bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan. Di samping itu, bank syari’ah perlu mencontoh keberhasilan Sarekat Dagang Islam, kemudian ditarik keberhasilannya untuk masa kini (nasionalis, demokratis, religius, ekonomis).
2.  Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan. Artinya, pengelolaan bank syari’ah harus didasarkan pada visi ekonomi kerakyatan, dan upaya ini terwujud jika ada mekanisme operasi yang transparan.
3.     Memberikan return yang lebih baik. Artinya investasi di bank syari’ah tidak memberikan janji yang pasti mengenai return (keuntungan) yang dibeikan kepada investor. Oleh karena itu, bank syari’ah harus mampu memberikan return yang lebih baik dibandingkan dengan bank konvensional. Di samping itu, nasabah pembiayaan akan memberikan bagi hasil sesuai dengan keuntungan yang diperolehnya. Oleh karena itu, pengusaha harus bersedia memberikan keuntungan yang tinggi kepada bank syari’ah.
4.   Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Artinya, bank syari’ah mendorong terjadinya transaksi produktif dari dana masyarakat. Dengan demikian spekulasi dapat ditekan.
5.    Mendorong pemerataan pendapatan. Artinya, bank syari’ah bukan hanya mengumpulkan dana pihak ketiga, namun dapat mengumpulkan dana Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS). Dana ZIS dapat disalurkan melalui pembiayaan Qardul Hasan, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada akhirnya terjadi pemerataan ekonomi.
6.  Peningkatan efisiensi mobilisasi dana. Artinya, adanya produk almudharabah al-muqayyadah, berarti terjadi kebebasan bank untuk melakukan investasi atas dana yang diserahkan oleh investor, maka bank syari’ah sebagai financial arranger, bank memperoleh komisi atau bagi hasil, bukan karena spread bunga.
7.  Uswah hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank. Salah satu sebab terjadinya krisis adalah adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Bank syariah karena sifatnya sebagai bank bersandarkan prinsip syariah wajib memosisikan diri sebagai uswatun hasanah dalam implementasi mora dan etika bisnis yang benar atau melaksanakan etika dan moral agama dalam aktifitas ekonomi.



Source: Manajemen Dana Bank Syariah

Karakteristik Bank Syariah

Hallo sahabat semua...........
semoga sehat selalu dan dilindungi oleh Allah SWT. Amien.

Pada postingan lalu, saya telah memposting tentang Pengertian Bank Syariah secara jelas, postingan kali ini merupakan lanjutan dari postingan sebelumnya. Pastikan kalian semua telah membaca apa yang dimaksud bank syariah  itu, sebelum membaca postingan sang satu ini.


KARAKTERISTIK BANK SYARIAH
            Prinsip syariah Islam dalam pengelolaan harta menekankan pada keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. harta harus dimanfaatkan untuk hal-hal prodiktif terutama kegiatan investasi yang merupakan landasan aktivitas ekonomi dalam masyarakat. tidak setiap orang mampu secara langsung menginvestasikan hartanya untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga perantara yang menghubungkan masyarakat pemilik dana dan pengusaha yang memerlukan dana
(pengelola dana). Salah satu bentuk lembaga perantara tersebut adalah bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
Bank syariah ialah bank yang berasaskan, antara lain, pada asas kemitraan, keadilan, transparansi dan universal serta melakukan kegiatan-kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik, antara lain, sebagai berikut:
1.      Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya.
2.      Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time-value of money).
3.      Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas.
4.      Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif.
5.      Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang.
6.      Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.

Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil. Bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan. Berbeda dengan bank non syariah, bank syariah tidak membedakan secara tegas antara sektor meneter dan sektor riil, seperti jual beli dan sewa menyewa. Di samping itu, bank syariah juga dapat menjalankan kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa perbankan lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Suatu transaksi sesuai dengan prinsip syariah apabila telah memenuhi seluruh syarat berikut ini:
1.      Transaksi tidak mengndung unsur kedzaliman.
2.      Buka riba.
3.      Tidak membahayakan pihak sendiri atau pihak lain.
4.      Tidak ada unsur gharar (penipuan).
5.      Tidak mengandung materi-materi yang diharamkan.
6.      Tidak mengandung unsur judi (maisyir).


Jadi dalam operasional bank syariah perlu memerhatikan hal-hal yang memang telah diatur oleh syariah atau ajaran Islam berkaitan dengan harta, jual beli, dan transaksi ekonomi lainnya.

Wednesday, 30 March 2016

Pengertian Bank Syariah


MENGENAL BANK SYARIAH
Perbankan syariah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic Banking atau disebut juga perbankan interest-free banking. Peristilahan dengan menggunakan kata islamic tidak dapat dilepaskan dari asal-usul sistem perbankan syariah itu sendiri. Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respons dari kelompok ekonom dan praktisi perbankan Muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam. Utamanya adalah berkaitan dengan pelarangan riba, kegiatan maisir (spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan).
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan dengan maksud mampu memberikan penjelasan mengenai (1) Pengertian Bank Syariah. (2) Peranan Bank Syariah. (Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia).

PENGERTIAN BANK SYARIAH
            Bank Islam atau selanjutnya disebut Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan AL-Qu’an dan Hadist Nabi SAW, atau dengan kata lain, bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prisnsip syariat Islam. Antonio dan Perwaatmadja membedakan menjadi dua pengentian, yaitu bank Islam dan bank yang beroperasi dengan prisnsip syariah Islam. Bank Islam (1) adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prisnsip-prinsip syariah Islam; (2) adalah bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadist; sementara bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam berporasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat itu dijauhi pranktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.
            Bank adalah lembaga perantara keuangan atau bisa disebut finansial intermediary. Artinya, lembaga bank adalah lembaga yang dalam aktifitasnya berkaitan dengan masalah uang. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu dikaitkan dengan masalah uang yang merupakan alat pelancar terjadinya perdagangan yang utama. Kagiatan dan usaha bank akan selalu terkait dengan komoditas, antara lain:
1.      Memindahkan uang
2.      Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran.
3.      Mendiskonto surat wesel, surat order maupun surat berharga lainnya.
4.      Membeli dan menjual surat-surat berharga.
5.      Membeli dan menjual cek, surat wesel, kertas dagang.
6.      Memberi jaminan bank.

Untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga, Islam memperkenalkan prisnsip-prinsip muamalah Islam. Dengan kata lain, bank Islam lahir sebagai salah satu solusi alternatif terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank dengan dengan riba. Dengan demikian, kerinduan Umat Islam Indonesia yang ingin melepaskan dari dari persoalan yang riba telah mendapat jawaban dengan lahirnya bank Islam. Bank Islam lahir di Indonesia, yang gencarnya, pada sekitar tahun 90-an atau tepatnya setelah ada undang-undang no. 7 tahun 1992, yang direvisi dengan undang-undang no. 10 tahun 1998, dalam bentuk sebuah bank yang beroperasinya dengan sistem bagi hasil atau bank syariah.
Kaitan antara bank dengan uang dalam suatu bisnis adalah penting, namun di dalam pelaksanaannnya harus menghilangkan adanya ketidakadilan, ketidakjujuran dan “penghisapan” dari satu pihak ke pihak lain (bank dengan nasabahny). Kedudukan bank Islam dalam hubungannya dengan para kliennya adalah sebagai mitra investor dan pedagang, sedang dalam hal bank pada umumnya, hubungannya adalah sebagai kreditur dan debitur.
Sehubungan dengan jalinan investor dan pedagang tersebut, maka dalam menjalankan pekerjaannya, bank Islam menggunakan berbagai teknik dan metode investasi seperti kontrak mudharabah. Disamping itu, bank Islam juga terlibat dalam kontrak murabahah. Mekanisme perbankan Islam yang berdasarka prisnsip mitra usaha, adalah bebas bunga. Oleh sebab itu, soal membayarkan bunga kepada para depositor atau pembebanan suatu bunga darinpara klien tidak timbul.


wallahu a'lam.
semoga bermanfaat.............................. 

Awal Kelahiran Sistem Perbankan Syariah



Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir.
Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, baik di negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia maupun Amerika.
Suatu hal yang patut juga dicatat adalah saat ini banyak nama besar dalam dunia keuangan internasional seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase-Chemical Bank, Goldman Sach, dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiories yang berdasarkan syariah. Dalam dunia pasar modal pun, Islamic fund kini ramai diperdagangkan, suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia Dow Jones untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Oleh karena itu, tak heran jika Scharf, mantan direktur utama bank Islam Denmark yang kristen itu, menyatakan bahwa Bank Islam adalah partner baru pembangunan.
  1. Mit Ghamr Bank
Rintisan perbankan syariah mulai mewujud di Mesir pada dekade 1960-an dan beroperasi sebagai rural-social bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) di sepanjang delta Sungai Nil. Lembaga dengan nama Mit Ghamr bank Binaan Prof. Dr. Ahmad Najjar tersebut hanya mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan sistem finansial dan ekonomi Islam.
  1. Islamic Development Bank
Sidang Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konferensi Islam di Karachi, Pakistan, Desember 1970, Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Proposal yang disebut Studi tentang Pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam (Federation of Islamic Banks), dikaji para ahli dari delapan belas negara Islam.
Proposal tersebut pada intinya mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian. Proposal tersebut diterima. Sidang menyetujui rencana mendirikan Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam.
Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah 1975, menyetujui rancangan pendirian Bank Pembangunan Islami atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2 miliar dinar Islam atau ekuivalen 2 miliar SDR (Spersial Drawing Right). Semua negara OKI menjadi anggota IDB.
Pada tahun awal beroperasinya, IDB mengalami banyak hambatan karena masalah politik. Meskipun demikian, jumlah anggotanya makin meningkat, dari 22 negara menjadi 43 negara. IDB juga terbukti mempu memainkan peranan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan negara-negara Islam untuk pembangunan. Bank ini memberikan pinjaman bebas bunga untuk proyek infrastruktur dan pembiayaan kepada negara anggota berdasarkan partisipasi modal negara trsebut. Dana yang tidak dibutuhkan dengan segera digunakan bagi perdagangan luar negeri jangka panjang dengan menggunakan sistem murabahah dan ijarah.
  1. Islamic Research and Training Institute
IDB juga membantu mendirikan bank-bank syariah di berbagai negara. Untuk pengembangan sistem ekonomi syariah, institusi ini membangun sebuah intitut riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam, baik dalam bidang perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga ini disangkat IRTI (Islamic Research and Training Institute).


Source: Bank Syariah ; dari teori ke praktik

Tuesday, 29 March 2016

Sejarah Ekonomi Islam


Pendahuluan
Sejak zaman Nabi Muhammad, Ekonomi Islam telah berjalan hampir diseluruh Jazirah Arab bahkan sampai ke Afrika. Hal ini ditandai dengan adanya kelompok-kelompok atau suku-suku di Arab yang melakukan transaksi atau berdagang. Baik sesama orang muslim atau dengan non muslim. Islam sangat menganjurkan perdagangan dan melarang riba (bunga).
Dalam sejarah umat Islam, kebebasan ekonomi sudah dijamin dengan berbagai tradisi masyarakat beserta sistem hukumnya. Nabi Muhammad SAW tidak bersedia menetapkan harga walaupun pada saat itu harga-harga membumbung tinggi, karena didasarkan atas prinsip tawar-menawar secara sukarela dalam perdagangan yang memungkinkan pemaksaan cara-cara tertentu agar penjual barang-barang mereka dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Selama perubahan-perubahan itu disebabkan oleh faktor-faktor nyata dalam permintaan dan penawaran yang tidak disertai dengan dorongan-dorongan monopolik (agen tunggal) maupun monopsonik (pemegang saham tunggal).  Setelah masa Nabi Muhammad SAW, umat Muslim masih mempertahankan prinsip kebebasan yang senantiasa dilaksanakan Nabi, bahkan konsep pengendalian perilaku moral di pasar.
            Selama beberapa abad pertama Hijriyah, sejumlah pakar menulis buku-buku tentang peranan dan kewajiban-kewajiban pengendali pasar. Tema yang terkandung dalam semua tulisan tersebut adalah pelestarian prinsip kebebasan di pasar dan penghapusan unsur-unsur monopolistik (monopoli secara terstruktur). Prinsip tersebut dipertahankan oleh banyak hakim Muslim, bahkan sampai mengancam sistem hukum itu sendiri dengan mencabut hak untuk ikut campur dalam kasus monopoli. Berdasarkan hal tersebut, Islam tidak menyetujui jika terdapat organisasi sosial dan rencana kesejahtraan sosial apapun apabila organisasi/ lembaga tersebut menekan individu-individu dan mengikat mereka dengan otoritas sosial, sehingga kepribadian mereka yang bebas akan hilang, dan sebagian besar diantara mereka menjadi sekadar mesin atau alat yang berada ditangan segelintir orang.

A.    Perekonomian Zaman Rasululllah
Sejarah ekonomi Islam berawal dari di angkatnya Muhammad sebagai utusan Allah pada usia ke 40. Rasulullah mengeluarkan berbagai kebijakan yang selanjutnya diikuti dan diteruskan oleh pengganti-penggantinya yaitu khulafaurrasyidin. Pemikiran ekonomi Islam didasarkan atas Al-Qur’an dan al-hadits.
Kehidupan Rasulullah Saw dan masyarakat muslim di masa beliau adalah teladan yang paling baik implementasi Islam, termasuk dalam bidang ekonomi. Meskipun pada masa sebelum kenabian Muhammad Saw adalah seorang pebisnis, tetapi yang dimaksudkan perekononmian di Rasulullah di sini adalah pada masa Madinah. Pada periode Makkah masyarakat Muslim belum sempat membangun perekonomian, sebab masa itu penuh dengan perjuangan untuk mempertahankan diri dari intimidasi orang-orang Quraisy.
Barulah pada periode Madinah Rasulullah memimpin sendiri membangun masyarakat Madinah sehingga menjadi sejahatera dan beradab. Meskipun perekonomian pada masa beliau relatif masih sederhana, tetapi beliaua telah menunjukkan prisip-prinsip yang mendasar bagi pengelolaan ekonomi. Dalam hal ini strategi yang di lakukan oleh Rasulullah adalah dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.       Membangun Masjid  
2.      Merehabilitas Kaum Muhajirin 
3.      Membangun Konstitusi Negara 
4.      Meletakan Dasar-Dasar Sistem Keuangan Negara
Rasulullah adalah teladan yang paling baik. Seriap perkataan, perbuatan, hingga persetujuannya menjadi sunnah bagi umat Islam. Begitu juga dalam hal ekonomi, Rasulullah menjadi panutan yang sempurna.
Sebagaimana anggota suku Quraisy lannya, Rasulullah menekuni dunia perdagangan sebagai matapencahariannya. Dalam melakukan usaha dagangnya, Rasulullah menggunakan modal orang lain yang tidak mampu menjalankan usahanya sendiri. Dari hasil pengelolaan modal tersebut beliau mendapat upah atau bagi hasil sebagai mitra.
Rasulullah sering malakukan perjalanan bisnis ke berbagai negeri, seperti Syiria, Yaman dan Bahrain untuk mempertahankan usahanya. Oleh penduduk Mekkah Rasulullah dikenal sebagai pedagang yang piawai  dan jujur, hal in berimplikasi pada bertambahnya modal yang dipercayakan untuk dikelola oleh beliau.
Meskipun pada masa sebelum kenabian Rasulullah sudah di kenal sebagi seorang pebisnis, tatepi yang dimaksud perekonomian di sini adalah pada masa Madinah. Pada masa Mekkah masyarakat muslim belum sempat membangun perekonomian, sebab pada masa itu penuh dengan perjuangan untuk membela diri dari intimidasi kafir Quraisy. Barulah pada periode Madinah Rasulullah memimpin sendiri masyarakat madinah sehingga menjadi masyarakat yang sejahtera dan beradab.
Meski masih terbilang sederhana, tetapi beliau telah menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelolaan perekonomian. Karakter umum perekonomian pada masa itu adalah komitmennya yang tinggi terhadap etika dan moral, serta perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan pemerataan kekayaan.
Untuk menjaga agar mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai syari’ah Islam, yang berada pada jalur etika dan moralitas, Rasulullah mendirikan Al-Hisbah. Al-Hisbah adalah institusi yang bertugas sebagai pengawas pasar (market controller). Rasulullah juga membentuk Baitul Maal, sebuah instirusi yang bertugas mengelola keuangan negara. Dalam perekonomian Baitul Maal memegang peran penting, salah satunya adalah dalam melakukan kebijakan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat.
Setelah menyelesaikan masalah politik dan konstitusional, Rasulullah Saw merubah sistem ekonomi dan keuangan negara sesuai dengan ketentuan Alquran. Prinsip-prinsip kebijakan ekonomi yang dijelaskan Alquran adalah sebagai berikut:
1.      Allah Swt adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolut alam semesta. Manusia hanyalah khalifah Allah Swt di muka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya.
2.      Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah  dengan izin Allah Swt. oleh karena itu, manusia yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki manusia lain yang lebih beruntung.
3.      Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba, harus dihilangkan.
4.      Menerapkan sistem warisan sebagai media re-distribusi kekayaan.

 Adapun yang menjadi sumber pendapatan negara pada masa ini, di antaranya zakat, khums min al-ghanain (seperlima dari harta rampasan perang), jizyah (pajak perorangan kaum zimmi), kharaj (pajak hasil pertanian), fai, wakaf, sedekah, dan lain sebagainya.

B.     Perekonomian zaman Khulafaurrasyidin
1.      Masa Pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq
Setelah Rasulullah Saw wafat, kepemimpinan Islam dilanjutkan oleh khulafaurrasyidin. Dan Abu Bakar ash-shiddiq adalah khalifah Islam yang pertama. Adapun dalam usahanya, Abu Bakar meningkatkan kesejahteraan umat Islam dengan melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktikkan Rasulullah Saw. Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya.
Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin hingga tidak ada yang tersisa. Dalam mendistribusikan harta Baitul Mal tersebut, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan, memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk Islam dengan sahabat yang baru memeluk Islam, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria dengan wanita. Menurutnya, dalam hal keutamaan beriman, Allah Swt yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih baik dari pada prinsip keutamaan.
Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan ketika Abu Bakar ash-shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan.

2.      Masa Pemerintahan Umar ibn al-Khattab
Pada masa pemerintahan Umar ibn al-khattab yang berlangsung selama sepuluh tahun, Umar banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh Persia. Administrasi pemerintah diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Mekah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.
Khalifah Umar ibn al-khattab (40 SH – 23 H/ 584 – 644 M ) dipandang paling banyak melakukan inovasi dalam perekonomian. Umar membangun Baitul Mal yang reguler dan permanen di ibu kota, kemudian dibangun cabang-cabang dan di ibu kota provinsi. Selain sebagai bendahara negara, Baitul Mal juga bertugas sebagai pelaksana kebijakan fiskal dan khalifah adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut.
Bersamaan dengan reorganisasi Baitul Mal, Umar mendirikan Diwan Islam yang pertama, yang disebut al-Diwan. Sebenarnya al-Diwan adalah sebuah kantor yang ditujukan untuk membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun serta tunjangan lainnyadalam basis yang reguler dan tepat. Khalifah juga menunjukkan sebuah komite yang terdiri dari Nassab ternama untuk membuat laporan sensus penduduk Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn al-khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti:
a.       Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
b.      Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
c.       Departemen Pendidikan dan Pembangunan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d.      Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
Pada masa Pemerintahannya, Khalifah Umar ibn al-khattab mengklasifikasi pendapatan negara menjadi empay bagian, yaitu:
a.       Pendapatan zakat dan ‘ushr (pajak tanah). Pendapatan ini didistribusikan dalam tingkat lokal jika kelebihan penerimaan sudah disimpan di Baitul Mal Pusat dan dan dibagikan kepada delapan ashnaf.
b.      Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan kepada para fakir miskin atau untuk membiayai mereka yang sedang mencari kesejahteraan, tanpa diskriminasi apakah ia seorang muslim atau bukan.
c.       Pendapatan kharaj, fai, jizyah, ‘ushr (pajak perdagangan), dan sewa tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer dan sebagainya.
d.      Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar dan dana sosial lainnya.

Selain hal-hal tersebut, Khalifah Umar ibn al-khattab juga menerapkan beberapa kebijakan ekonomi lainnya, seperti:
a.       Kepemilikan Tanah. Dalam memperlakukan tanah-tanah taklukan, Umar tidak membagi-bagikannya kepada kaum muslimin, tetapi membiarkan tanah tersebut tetap berada pada pemiliknya dengan syarat membayar kharaj dan jizyah. Ia beralasan bahwa penaklukan dilakukan yang pada masanya meliputi tanah yang demikian luas sehingga bila dibagi-bagikan dikhawatirkan akan mengarah kepada praktek tuan tanah.
b.      Zakat. Khalifah Umar ibn al-khattab menetapkan kuda, karet, dan madu sebagai objek zakat karena, pada masanya, ketiga hal tersebut telah lazim diperdagangkan, bahkan secara besar-besaran sehingga mendatangkan keuntungan bagi para penjualnya.
c.       ‘Ushr. Khalifah Umar ibn al-khattab menerapkan pajak ‘ushr kepada para pedagang yang memasuki wilayah kekuasaan Islam.
d.      Mata uang. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn al-khattab, bobot mata uang dinar seragam, yaitu sama dengan satu mitsqal atau 20 qirat atau 100 grain barley.

3.      Masa Pemerintahan Utsman ibn Affan
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Utsman ibn Affan pada enam tahun pertama melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar ibn al-khattab. Dalam rangka pengembangan sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan.
Khalifah Utsman ibn Affan tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya, ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan menyimpan uangnya di bendahara negara. Hal tersebut, menimbulkan kesalahpahaman dengan Abdullah ibn Arqam, bendahara Baitul Mal. Konflik ini tidak hanya membuat Abdullah menolak upah dari pekerjaannya, tetapi juga menolak hadir pada setiap pertemuan publik yang dihadiri Khalifah . permasalahan tersebut semakin rumit ketika muncul berbagai pernyataan kontroversi mengenai pengeluaran harta Baitul Mal yang tidak hati-hati.
Khalifah Utsman ibn Affan tetap mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, ia memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian, dalam pendistribusian harta Baitul Mal, Khalifah Utsman ibn Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya Umar ibn al-khattab.
Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah Utsman ibn Affan mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat. Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman ibn Affan, tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah Utsman ibn Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum muslimin. Akibatnya, pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah.
4.      Masa Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang hanya berlangsung selama enam tahun selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan berbagai yang mendorong peningkatan kesejahteraan umat Islam. Menurut sebuah riwayat, ia secara sukarela menarik diri dari daftar penerima dana bantuan Baitul Mal. Selama masa pemerintahannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib menetapkan pajak terhadap hasil hutan dan sayuran.
Pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, berkaitan dengan kebijakan yang diambil selama enam tahun adalah:
a.       Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada Baitul Mal, berbeda dengan Umar ibn Khattab yang menyisihkan untuk cadangan.
b.      Pengeluaran angkatan laut dihilangkan.
c.       Adanya kebijakan pengetatan anggaran.
d.      Dan hal yang sangat monumental adalah pencetakan mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam, di mana sebelumnya kekhalifahan Islam menggunakan uang dinar dari Romawi dan Dirham dari Persia.

C.    Perekonomian Zaman Umayyah 
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Umayyah
Keberhasilan yang dicapai Bani Umayyah ini memberikan bentuk pemikiran ekonomi yang berbeda pula, tepatnya ketika dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khalifah Bani Umayyah, kondisi Baitul Maal berubah. Masa pemerintahan Bani Umayyah inilah, Baitul Maal dibagi menjadi dua bagian; umum dan khusus. Pendapatan Baitul Maal umum diperuntukkan bagi seluruh masyarakat umum, sedangkan pendapatan Baitul Maal khusus diperuntukkan bagi para Sultan dan keluarganya. Namun dalam praktiknya, tidak jarang ditemukan berbagai penyimpangan penyaluran harta Baitul Maal tersebut. Dengan demikian telah disfungsi penggunaan Baitul Maal pada masa pemerintahan Daulah Umayyah.
Kegiatan Perekonomian pada Masa Kekhalifahan Bani Umayah
Pada masa pra-Islam, uang Romawi dan Persia digunakan di Hijaz, di samping beberapa uang perak Himyaryang bergambar burung hantu Attic. Umar, Muawiyah, dan para khalifah terdahulu yang lain merasa cukup dengan mata uang asing yang beredar, dan mungkin pada beberapa kasus, terdapat kutipan ayat Al Quran tertentu pada koin-koin itu. Sejumlah uang emas dan perak pernah dicetak sebelumnya pada masa Abd Al Malik, tetapi cetakan itu hanyalah tiruan dari mata uang Bizantium dan Persia. Pada tahun 695, Abd Al Malik mencetak dinar emas dan dirham perak yang murni hasil karya orang Arab. Wkilnya Irak, Al Hajjaj, mencetak uang perak di Kuffah pada tahun berikutnya.

D.    Perekonomian Zaman Abbasiyah
Peran penting ekonomi sangat di sadari oleh para khalifah Dinasti Abbasiyah dalam menentukan maju mundurnya suatu negara. Oleh karena ini, mereka memberikan perhatian khusus pada pengembangan sektor ini, terutama periode pertama Dinasti Abbasiyah . upaya kearah kemajuan ini sebenarnya sudah di mulai sejak masa pemerintahan al-Mansur. Yaitu dengan dipindahkannya pusat pemerintahan ke Bagdad tiga tahun setelah dia di lantik menjadi khalifah.
Dijadikannya kota baghdad sebagai pusat kendali pemerintahan itu mempunyai arti tersendiri bagi perkembangan dan kemajuan di bidang ekonomi. Baghdad merupakan sebuah kota yang terletak didaerah yang sangat strategis bagi perniagaan dan perdagangan. Sungi tigris bisa dilayari sampai kota ini. Begitu juga terdapat jalur pelayaran ke sungai eufrat yang cukup dekat. Sehingga barang-barang dagangan dan perniagaan dapat diangkut menghilir sungai eufratdan tigris dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Di samping itu, yang terpenting ialah terdapatnya jalan nyaman dan aman dari semua jurusan. Akhirnya Baghdad menjadi daerah sangat ramai, karena disamping sebagai ibu kota kerajaan juga sebagai kota niaga yang cukup marak pada masa itu. Dari situlah negara akan dapat devisa yang sangat besar jumlahnya.
Selain itu faktor pertambahan jumlah penduduk juga merupakan suatu faktor turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dimana semakin pesat pertumbuhan penduduk, maka semakin besar dan banyak pula faktor permintaan pasar (demand). Hal ini pada gilirannya memicu produktivitas ekonomi yang tinggi.


Source:
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam; dari masa klasik hingga kontemporer, (Depok: Gramata Publishing, 2005)
Chamid,  Nur, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

Iqbal, Zamir dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam; Teori dan Praktik, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008)

Nasution, Mustafa Edwin, Pengenalan Eksklusif; Ekonomi Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Cet. 3

Rozalinda, Ekonomi Islam; Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014)

Suprayitno, Eko, Ekonomi Islam; Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005)

UII, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (Depok: Rajagrafindo Persada, 2013), cet. 5



Baca Juga