A. Pendahuluan
Dewasa
ini masih banyak kalangan yang melihat Islam secara parsial yang hanya
diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah semata dan menganggap bahwa Islam
tidak ada kaitannya dengan dunia perbankan, pasar modal, asuransi, transaksi
eksport import, dll. Bahkan mereka beranggapan bahwa Islam dengan sistem nilai
dan tatanan normatifnya sebagai penghambat perekonomian suatu bangsa,
sebaliknya kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang
bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan ketentuan yang berbau keagamaan.
Paradigma seperti ini bisa dikatakan sempit dan
belum melihat Islam secara “kaffah”. Islam adalah agama yang universal, bagi
mereka yang dapat memahami dan melaksanakan ajaran Islam secara utuh dan akan
sadar bahwa sistem perekonomian akan tumbuh dan berkembang dengan baik bila
didasari oleh nilai-nilai dan prinsip syari’ah Islam, dalam penerapannya pada
segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi ummat.
Sistem Perekonomian Islam bersifat universal artinya
dapat digunakan oleh siapapun tidak terbatas pada umat Islam saja, dalam bidang
apapun serta tidak dibatasi oleh waktu ataupun zaman sehingga cocok untuk
diterapkan dalam kondisi apapun asalkan tetap berpegang pada kerangka kerja
atau acuan norma-norma islami. Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan landasan hukum
yang lengkap dalam mengatur segala aspek kehidupan ummat, khususnya di bidang
ekonomi antara lain:
a.
Islam dirancang sebagai rahmat untuk seluruh ummat, menjadikan kehidupan
lebih sejahtera dan bernilai, tidak miskin dan tidak menderita (Q.S. Al-Anbiya
: 107).
b.
Harta adalah amanat Allah, untuk mendapatkan dan memanfaatkannya
harus sesuai dengan ajaran Islam (Q.Q. Al-Anfal : 28).
c. Larangan menjalankan usaha
yang haram (Q.S.Al-Baqarah : 273-281).
d.
Larangan merugikan orang lain (Q.S.Asy-Syuara : 183).
e. Kesaksian dalam mu’amalah
(Q.S.Al-Baqarah : 282-283), dll.
Anggapan
tersebut telah terbukti dengan adanya krisis ekonomi dan moneter yang melanda
Indonesia dan Asia beberapa waktu yang lalu bahwa sistem yang kita anut dan
dibanggakan selama ini khususnya di bidang perbankan kiranya tidak mampu untuk
menanggulangi dan mengatasi kondisi yangada, bahkan terkesan sistem yang ada
saat ini dengan tidak adanya nilai-nilai Ilahi yang melandasi operasional
perbankan dan lembaga keuangan lainnya sebagai penyebab tumbuh dan
berkembangnya “perampok berdasi” yang telah menghancurkan sendi-sendi
perekonomian bangsa Indonesia sendiri. Sebaliknya bagi dunia perbankan dan
lembaga keuangan Islam yang dalam operasionalnya bersendi pada Syari’ah Islam,
krisis ekonomi dan moneter yang terjadi merupakan moment positif dimana bisa
menunjukkan dan memberikan bukti secara nyata dan jelas kepada dunia perbankan
khususnya bahwa Bank yang berlandaskan Syari’ah Islam tetap dapat hidup dan
berkembang dalam kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan.
Dengan
bukti di atas, sudah saatnya bagi para penguasa negara, alim ulama dan
cendekiawan muslim Indonesia untuk membuka mata dan merubah cara pandang yang
ada bahwa Sistem Perbankan Syari’ah merupakan alternatif yang cocok untuk
ditumbuh kembangkan dalam dunia perbankan Indonesia dewasa ini. Namun
disayangkan perkembangan Perbankan Syari’ah di Indonesia terkesan lambat dan
kurang dikelola secara serius, terbukti dari data yang diperoleh dari BI
Surabaya per Maret 2000 jumlah BPR Konvensional yang ada di Jawa Timur mencapai
427 sedangkan BPR Syari’ah baru mencapai 6 (1,4%), dimana 5 diantaranya
tergolong sehat dan 1 kurang sehat.
Kurang
berkembangnya Sistem Perekonomian Islam, khususnya Perbankan Syari’ah di
Indonesia terletak pada umat Islam sendiri. Masih banyak umat Islam di
Indonesia yang belum paham akan ekonomi Islam ataupun tidak menjalankan
sebagaimana mestinya, banyak diantaranya yang merasa takut menjadi miskin
karenanya, padahal dalam Q.S Al-Baqarah : 268 dikatakan:
"Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan
kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah
menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)
lagi Maha Mengetahui".
Apabila
perekonomian di Indonesia telah didasari oleh norma-norma Islam tentunya tidak
akan ditemukan kemiskinan ataupun penurunan taraf hidup dan prekonomian ummat
seperti yang terjadi saat ini.
Dalam
makalah ini penulis lebih memfokuskan pada perkembangan Perbankan Syari’ah
sebagai sub unit financial yang merupakan bagian dari sub sistem ekonomi
ditinjau dari mitos dan kenyataan yang terjadi dalam prakteknya, serta peranan
Perguruan Tinggi sebagai sub sistem pendidikan dalam kaitannya dengan sub
sistem ekonomi.
B. Kendala Perbankan
Syariah
Banyak
tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan Bank Syari’ah,
terutama berkaitan dengan penerapan suatu sistem perbankan yang baru yang
mempunyai sejumlah perbedaan prinsip dari sistem keuntungan yang dominan dan
telah berkembang pesat di Indonesia. Permasalahan ini dapat berupa permasalahan
yang bersifat operasional perbankan maupun aspek dari lingkungan makro.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan Bank Syari’ah antara lain :
1.
Permodalan
Permasalahan
pokok yang senantiasa dihadapi dalam pendirian suatu usaha adalah permodalan.
Setiap ide ataupun rencana untuk mendirikan Bank Syari’ah sering tidak dapat
terwujud sebagai akibat tidak adanya modal yang cukup untuk pendirian Bank
Syari’ah tersebut, walaupun dari sisi niat ataupun “ghiroh” para pendiri
relatif sangat kuat. Kesulitan dalam pemenuhan permodalan ini antara lain
disebabkan karena :
a.
Belum adanya keyakinan yang kuat pada pihak pemilik dana akan
prospek dan masa depan keberhasilan Bank Syari’ah, sehingga ditakutkan dana
yang ditempatkan akan hilang.
b.
Masih kuatnya perhitungan bisnis keduniawian pada pemilik dana
sehingga ada rasa keberatan jika harus menempatkan sebagian dananya pada Bank
Syari’ah sebagai modal.
c.
Ketentuan terbaru tentang Permodalan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia relatif cukup tinggi.
2.
Peraturan Perbankan
Peraturan
Perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional Bank Syari’ah
mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional Bank Syari’ah
dengan Bank Konvensional. Ketentuan-ketentuan perbankan yang ada kiranya masih
perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan syari’ah agar Bank Syari’ah dapat
beroperasi secara relatif dan efisien. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain
adalah hal-hal yang mengatur mengenai :
a.
Instrument yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas.
b.
Instrument moneter yang sesuai dengan prinsip syari’ah untuk
keperluan pelaksanaan tugas Bank Sentral.
c.
Standar akuntansi, audit dan pelaporan.
d.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip
kehati-hatian, dll.
Ketentuan-ketentuan
di atas sangat diperlukan agar Bank Syari’ah dapat menjadi elemen dari sistem
moneter yang dapat menjalankan fungsinya secara baik dan mampu berkembang dan
bersaing dengan Bank Konvensional.
3.
Sumber Daya Manusia
Kendala dibidang SDM dalam pengembangan Perbankan
Syari’ah disebabkan karena sistem perbankan syari'ah masih belum lama dikenal
di Indonesia. Disamping itu lembaga akademik dan pelatihan ini masih terbatas,
sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang perbankan syari’ah baik
dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan peneliti bank).
Pengembangan
SDM dibidang Perbankan Syari’ah sangat diperlukan karena keberhasilan
pengembangan bank syari’ah pada level mikro sangat ditentukan oleh kualitas
manajemen dan tingkat pengetahuan serta ketrampilan pengelola bank. SDM dalam
perbankan syari’ah memerlukan persyaratan pengetahuan yang luas dibidang
perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syari’ah dalam praktek
perbankan serta mempunyai komitmen kuat untuk menerapkannya secara konsisten.
4.
Pemahaman Ummat
Pemahaman sebagian besar masyarakat
mengenai sistem dan prinsip Perbankan Syari’ah belum tepat, bahkan diantara
ulama dan cendekiawan muslim sendiri masih belum ada kata sepakat yang
mendukung keberadaan Bank Syari’ah, terbukti dari hasil pretest terhadap 37
Dosen Fakultas Syari’ah dalam acara Orientasi Perbankan yang telah dilakukan
oleh Asbisindo Wilayah Jatim beberapa waktu yang lalu memberikan jawaban yang
tidak konsekuen dan cenderung ragu-ragu. Dan masih adanya masyarakat yang
mengaku paham akan Syari’ah Islam tetapi tidak mau menjalankannya. Banyak
kiranya lembaga keuangan yang notabennya adalah perbankan Islam yang sistemnya
masih mengadopsi praktik-praktik konvensional.
Dari
kalangan ulama sendiri sampai saat ini belum ada ketegasan pendapat terhadap
keberadaan Bank Syari’ah, kekurang-tegasan tersebut antara lain disebabkan
karena :
a.
Kurang komprehensifnya informasi yang sampai kepada para ulama
dan cendekiawan tentang bahaya dan dampak destruktif sistem bunga terutama pada
saat krisis moneter dan ekonomi dilanda kelesuan.
b.
Belum berkembang-luasnya lembaga keuangan syari’ah sehingga
ulama dalam posisi sulit untuk melarang transaksi keuangan konvensional yang
selama ini berjalan dan berkembang leluasa.
c.
Belum dipahaminya operasional Bank Syari’ah secara mendalam dan
keseluruhan.
d. Adanya kemalasan
intelektual yang cenderung pragmatis sehingga muncul anggapan bahwa sistem
bunga yang berlaku saat ini sudah berjalan atau tidak bertentangan dengan
ketentuan agama.
Minimnya
pemahaman masyarakat akan Sistem Perbankan Syari’ah antara lain disebabkan karena
:
a.
Sistem dan prinsip operasional Perbankan Syari’ah relatif baru
dikenal dibanding dengan sistem bunga.
b.
Pengembangan Perbankan Syari’ah baru dalam tahap awal jika
dibandingkan dengan Bank Konvensional yang telah ratusan tahun bahkan sudah
mendarah daging dalam masyarakat.
c. Keengganan bagi pengguna
jasa perbankan konvensional untuk berpindah ke Bank Syari’ah disebabkan
hilangnya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tetap dari bunga.
5.
Sosialisasi
Sosialisasi
yang telah dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang lengkap dan besar
mengenai kegiatan usaha perbankan syari’ah kepada masyarakat luas belum
dilakukan secara maksimal. Tanggungjawab kegiatan sosialisasi ini tidak hanya
dipundak para bankir syari’ah sebagai pelaksana operasional bank sehari-hari,
tetapi tanggungjawab semua pihak yang mengaku Islam secara baik secara
perorangan, kelompok maupun instansi yang meliputi unsur alim ulama, penguasa
negara/pemerintahan, cendekiawan, dll. Yang memiliki kemampuan dan akses yang
besar dalam penyebarluasan informasi terhadap masyarakat luas. Sosialisasi yang
dilakukan tidak hanya kepada masyarakat awam tetapi juga kepada ulama, pondok
pesantren, ormas-ormas, instansi, institusi, pengusaha, dll. Yang selama ini
belum tahu ataupun belum memahami secara detail apa dan bagaimana keberadaan
dan operasional Bank Syari’ah walaupun dari sisi Fiqih dan Syari’ah mereka tahu
benar.
6.
Pelayanan
Dunia
perbankan senantiasa tidak terlepas pada masalah persaingan, baik dari sisi
rate/margin yang diberikan maupun pelayanan. Dari hasil survei lapangan
membuktikan bahwa kualitas pelayanan merupakan peringkat pertama kenapa
masyarakat memilih bergabung dengan suatu bank.
Dewasa
ini semua Bank Konvensional berlomba-lomba untuk senantiasa memperhatikan dan
meningkatkan pelayanan kepada nasabah, tidak telepas dalam hal ini Bank
Syari’ah yang dalam operasionalnya juga memberikan jasa tentunya unsur
pelayanan yang baik dan islami hahrus diperhatikan dan senantiasa ditingkatkan.
Tentunya hal ini harus didukung oleh adanya SDM yang cukup handal dibidangnya.
Kesan kotor, miskin dan tampil ala kadarnya yang selama ini melekat pada
“Islam” harus dihilangkan.
C. Keterkaitan Institusi
Pendidikan dalam Pengembangan Perbankan Syariah
Seperti
telah disebutkan di atas bahwa salah satu penghambat perkembangan Bank Syari’ah
adalah keberadaan SDM. Guna menciptakan SDM yang handal dan profesional
dibidang Perbankan Syari’ah tentunya tidak terlepas dari peranan Institusi
Pendidikan yang dalam hal ini memang berperan sebagai pencetak SDM.
Mengingat
prospek bank syariah dalam dunia perbankan sangat bagus bahkan mendapat
tanggapan positif dari semua pihak, sebaliknya perkembangan Bank Syariah
sendiri masih berada pada phase “growth” justru sangat kritis/riskan. Pilihan
kita hanya satu yakni bagaimana mewujudkan keberhasilan atau sukses. Kiranya
dalam pengembangan Bnak Syariah ini dipersyaratkan dukungan SDM yang
berkualitas, berintegritas dan bermoral islami. Dan mengingat sampai saat ini
masih belum ada lembaga/institusi pendidikan yang handal dan berkualitas dalam
menciptakan SDM Perbankan Syariah, maka sudah saatnya bagi para cendekiawan
muslim untuk turut serta memikirkan pengembangan Perbankan Syariah dengan cara
menyiapkan SDM yang handal dan profesional di bidang perbankan syariah melalui
institusi pendidikan yang dimilikinya.
D. Penutup
Pengembangan
perbankan syariah pada dasarnya merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan
dari Pengembangan Ekonomi Islam. Salah satu alternatif yang sesuai untuk
diterapkan di Indonesia dalam rangka memperbaiki keterpurukan ekonomi yang
terjadi di Indonesia dewasa ini adalah dengan cara mengembangbiakkan perbankan
syariah yang beroperasional secara syariah Islam secara lebih luas. Tentunya
pengembangan perbankan syariah ini tidak dapat berhasil dengan baik apabila
tidak ada dukungan dari semua pihak baik pemerintah, ulama, cendekiawan,
pengusaha, pengelola Bank bahkan masyarakat sendiri serta adanya satu kesatuan
pola pikir tentang Bank Syariah dari semua pihak tersebut di atas, sehingga
dalam perjalanan/operasional bank syariah tidak lagi ditemukan adanya perbedaan
pendapat yang kontroversial. Karena kontroversi yang merebak hanya akan
membingungkan umat, yang berakibat kepada keraguan mereka untuk menyambut
kehadiran “bayi ekonomi Islam” yang untuk masa sekarang ini muncul sebagai
pionir dalam bentuk/matra Perbankan Syariah.
Kekurang
berhasilan Perbankan Syariah di Indonesia dikhawatirkan akan semakin menjauhkan
umat dari kepercayaan atas kemungkinan diterapkannya konsep ekonomi Islam
didalam kehidupan nyata.
Sumber:
Al-Quran Al-Karim
Bank dan Lembaga Keuangan
syariah (Heri Sudarsono).
Majalah Pengusaha Muslim:
Hijrah dari Riba di Bank Syariah
No comments:
Post a Comment