Dewasa ini ujian nasional (UN) sering
diinterpretasikan sebagai hal yang sangat mengerikan. Kenyataannya memang
demikian. Ujian akhir yang dinanti-nanti akan tetapi ditakuti. Tes yang merupakan penentu dan sekaligus standar kelulusan tertinggi pendidikan pada
jenjang SD, SMP dan SMA ini, menjadi momen terhangat bagi siswa-siswi. Tidak
bisa dipungkiri realita yang terjadi bahwa hampir setiap orang yang akan ber-UN
menjanjikan angan atau lumrah disebut nadzar
jika dia lulus nanti.
Pada tahun 2012 kemaren, masih ada siswa yang kurang
beruntung dalam artian tidak lulus. Meski tingkat ketidaklulusan hanya sebatas
5 persen, tapi hal itu tetap menjadi terror bagi kelas-kelas selanjutnya.
Apalagi UN untuk tingkat sekolah menegah yang akan diselenggarakan pada 15 April 2013 mendatang akan jauh
berbeda, baik itu dari jumlah paket ataupun tingkat kesulitan.
Seperti yang diungkapkan Menteri Pendidikan Nasional
Muhamad Nuh bahwa’’ pemerintah tengah menyusun peningkatan variasi soal hingga
10 variasi sehingga satu kelas yang diisi oleh 20 peserta UN hanya ada dua
siswa yang sama’’. Namun jika menyimak prosedur operasi standar (POS) UN yang
akan digunakan adalah 20 paket soal dalam satu ruang ujian. Moehammad Amman Wirakartakusumah,
Ketua Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BNSP) mengungkapkan bahwa mutu
pendidikan tahun ke tahun harus lebih baik. Beliau juga menyampaikan bahwa
komposisi soal UN tahun ini 10 % kategori soal sulit, 60 % kategori soal sedang
dan 30 % kategori soal mudah. Untuk tahun depan bisa saja 15 % kategori soal
sulit.
Tak disangka pelaksanaan UN hanya tinggal menghitung
hari saja. Bayangan ini sering muncul pada siswa yang akan melaksanakan UN. Tak
bisa dibantah hari itu pasti akan datang. Semua hal tengah dipersiapkan jauh-jauh
hari sebelumnya. Persiapan itulah yang akan membantu untuk mempermudah menjawab
soal.
Di tahun 2013 ini pemerintah dengan tegas mengatakan
siap untuk menyelenggarakan UN, seperti yang dikatakan kepala Badan Penelitian
dan Pengembangan (Balitbang) Khairil Anwar, pada sebuah jumpa pers di Depok(Selasa,12-2-2013).
Setiap tahun
jumlah siswa-siswi yang tidak lulus semakin berkurang, hal ini tentu merupakan kemajuan tersendiri bagi
sebuah pendidikan. Akan tetapi, miris kita dengar bahwa penyelenggaran ujian
nasional sering dikejutkan dengan tindak kecurangan dimana-mana. terlebih
jumlah pertahun meningkat. Dalam hal ini pemerintah meracik resep sedemikian
rupa agar tidak terjadi hal yang demikian. Mengapa hal itu terjadi?
Satu hal yang tak pernah terlepas dari benak kita
adalah masalah bocoran soal. Disana-sini terdengar isu-isu’’ penyelenggaraan UN
tahun ini tidak aman’’. Masyarakat menganggap ada oknum-oknum tertentu yang
sengaja membocorkan barang rahasia tersebut. Pertanyaannya, siapa sebenarnya
yang menjadi dalang di balik semua itu?
Di sini
kita tidak harus saling menyalahkan. Tiada yang salah tiada yang benar. Dari
sekian resep yang diberikan pemerintah sepatutnya sudah mencukupi kepada
terselenggaranya UN dengan jujur dan aman. Tinggal bagaimana hal itu bisa
diimplementasikan dengan baik di lapangan. Baik dari sisi pengawasan atau yang
lainnya.
Resep apa lagi yang akan dibuat oleh pemerintah pada
tahun 2013 ini? Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Khairil
Anwar memaparkan, pemerintah mempunyai
resep ampuh, yaitu (1) Meningkatkan peran perguruan tinggi sebagai pengawas
dalam pelaksanaan distribusi soal. (2) Meningkatkan jumlah paket menjadi 20 paket.
(3) Menggabugkan lembar jawaban UN (LJUN) diikat dan diberi
kode tertentu. Dari ketiga resep ini, pemerintah berharap kecurangan-kecurangan akan bisa ditanggulangi
dan pelaksanaan UN bisa berjalan dengan jujur serta mencapai hasil yang
memuaskan.
Pertanyaan
yang muncul kemudian apakah resep
pemerintah bisa untuk menanggulangi berbagai
kecurangan dilapangan? Jika kita teliti
tahun demi tahun, semakin pemerintah mengeluarkan
kebijakan baru, kecurangan-kecurangan
dimana-mana tetap terjadi, bahkan semakin meningkat. Tak bisa di sangkal, suatu
hal tak kan bisa sukses secara sempurna. Setidaknya, kita hanya berusaha,
berusaha dan berusaha.
Menganak tirikan materi
Dalam
ruang lingkup rumah tangga, anak merupakan sesuatu yang diidam-idamkam oleh
kebanyakan suami maupun istri. Anak yang diperoleh dari hasil kerja keras
sendiri akan disayang dengan sedemikian rupa. Seorang ibu maupun ayah tidak mau
anaknya kurang sedikit apapun, apalagi lecet, sakit dan lain sebagainya.
Berbeda dengan anak yang bukan anak kandung dalam artian anak tiri. Kasih
sayang yang diberikan akan lebih rendah dibanding kasih sayang kepada anak
kandung. Mayoritas orang memiliki pandangan yang demikian.
Dalam
pelaksanaan UN, materi yang diujikan cukup terbatas. Dari tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA) sederajat sesuai jurusan hanya ada 6 materi. Jurusan IPA
yaitu, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, fisika, kimia dan
biologi.Jursan IPS yaitu, bahasa Indonesia, bahasa Inggris,
matematika,,geografi, ekonomi dan sosiologi. Jurusan keagamaan yaitu, bahasa
Indonesia, bahasa Inggris, matematika, tafsir, hadist, fiqih. Berbeda lagi
tingkat SD dan SMP tentunya lebih sedikit.
Kita
dapat melihat materi yang sangat pokok yang ada di setiap jurusan hanya 3
materi saja yaitu, bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan matematika. Sedangkan 3
materi yang lain hanya sebagai tambahan sesuai dengan jurusannya. Padahal,
materi yang dipelajari sangatlah banyak. Kita ambil contoh di SMA Negeri 53
jakarta yang jumlah materinya kurang lebih 17 materi. Yang dijadikan standar
kelulusan hanya beberapa persen saja. Lantas pelajaran-pelajaran yang lain
dianggap apa!
Setiap
orang memiliki karakter yang berbeda, kebiasaan dan kesukaan berbeda. Tidak
cukup lantas hanya materi tersebut menjadi tolak ukur kelulusan siswa. Tidak
salah kemudian banyak siswa yang melakukan penyimpangan-penyimpangan pada saat
UN berlangsung. UN menjadi satu-satunya momen yang mengerikan. Jika salah satu
dari materi tidak mencapai target ketentuan minimal maka secara otomatis tidak
lulus.
Selama ini UN dijadikan fase hot yang seakan-akan membuat orang
gemetaran dan menelan ludah. Dengan ketentuan pemerintah yang demikian,
terselenggaranya UN secara jujur masih menuai pertanyaan besar.