BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIMBISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

adsene camd

Friday 20 December 2013

UN bukan Sebuah Prioritas


oleh: Ulul Hidayat
Dewasa ini ujian nasional (UN) sering diinterpretasikan sebagai hal yang sangat mengerikan. Kenyataannya memang demikian. Ujian akhir yang dinanti-nanti akan tetapi ditakuti.  Tes yang  merupakan penentu  dan sekaligus  standar kelulusan tertinggi pendidikan pada jenjang SD, SMP dan SMA ini, menjadi momen terhangat bagi siswa-siswi. Tidak bisa dipungkiri realita yang terjadi bahwa hampir setiap orang yang akan ber-UN menjanjikan angan atau lumrah disebut nadzar jika dia lulus nanti.  
Pada tahun 2012 kemaren, masih ada siswa yang kurang beruntung dalam artian tidak lulus. Meski tingkat ketidaklulusan hanya sebatas 5 persen, tapi hal itu tetap menjadi terror bagi kelas-kelas selanjutnya. Apalagi UN untuk tingkat sekolah menegah yang akan diselenggarakan  pada 15 April 2013 mendatang akan jauh berbeda, baik itu dari jumlah paket ataupun tingkat kesulitan.
Seperti yang diungkapkan Menteri Pendidikan Nasional Muhamad Nuh bahwa’’ pemerintah tengah menyusun peningkatan variasi soal hingga 10 variasi sehingga satu kelas yang diisi oleh 20 peserta UN hanya ada dua siswa yang sama’’. Namun jika menyimak prosedur operasi standar (POS) UN yang akan digunakan adalah 20 paket soal dalam satu ruang ujian. Moehammad Amman Wirakartakusumah, Ketua Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BNSP) mengungkapkan bahwa mutu pendidikan tahun ke tahun harus lebih baik. Beliau juga menyampaikan bahwa komposisi soal UN tahun ini 10 % kategori soal sulit, 60 % kategori soal sedang dan 30 % kategori soal mudah. Untuk tahun depan bisa saja 15 % kategori soal sulit.
Tak disangka pelaksanaan UN hanya tinggal menghitung hari saja. Bayangan ini sering muncul pada siswa yang akan melaksanakan UN. Tak bisa dibantah hari itu pasti akan datang. Semua hal tengah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Persiapan itulah yang akan membantu untuk mempermudah menjawab soal.
Di tahun 2013 ini pemerintah dengan tegas mengatakan siap untuk menyelenggarakan UN, seperti yang dikatakan kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Khairil Anwar, pada sebuah jumpa pers di Depok(Selasa,12-2-2013).
 Setiap tahun jumlah siswa-siswi yang tidak lulus semakin berkurang, hal  ini tentu merupakan kemajuan tersendiri bagi sebuah pendidikan. Akan tetapi, miris kita dengar bahwa penyelenggaran ujian nasional sering dikejutkan dengan tindak kecurangan dimana-mana. terlebih jumlah pertahun meningkat. Dalam hal ini pemerintah meracik resep sedemikian rupa agar tidak terjadi hal yang demikian. Mengapa hal itu terjadi?
Satu hal yang tak pernah terlepas dari benak kita adalah masalah bocoran soal. Disana-sini terdengar isu-isu’’ penyelenggaraan UN tahun ini tidak aman’’. Masyarakat menganggap ada oknum-oknum tertentu yang sengaja membocorkan barang rahasia tersebut. Pertanyaannya, siapa sebenarnya yang menjadi dalang di balik semua itu?  
   Di sini kita tidak harus saling menyalahkan. Tiada yang salah tiada yang benar. Dari sekian resep yang diberikan pemerintah sepatutnya sudah mencukupi kepada terselenggaranya UN dengan jujur dan aman. Tinggal bagaimana hal itu bisa diimplementasikan dengan baik di lapangan. Baik dari sisi pengawasan atau yang lainnya.
Resep apa lagi yang akan dibuat oleh pemerintah pada tahun 2013 ini? Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Khairil Anwar memaparkan, pemerintah mempunyai resep ampuh, yaitu (1) Meningkatkan peran perguruan tinggi sebagai pengawas dalam pelaksanaan distribusi soal. (2) Meningkatkan jumlah paket menjadi 20 paket. (3) Menggabugkan lembar jawaban UN (LJUN) diikat dan diberi kode tertentu. Dari ketiga resep ini, pemerintah berharap kecurangan-kecurangan akan bisa ditanggulangi  dan pelaksanaan UN bisa berjalan dengan jujur serta mencapai hasil yang memuaskan.
            Pertanyaan yang muncul kemudian apakah resep pemerintah bisa untuk menanggulangi berbagai kecurangan dilapangan? Jika kita teliti tahun demi tahun, semakin pemerintah mengeluarkan kebijakan baru, kecurangan-kecurangan dimana-mana tetap terjadi, bahkan semakin meningkat. Tak bisa di sangkal, suatu hal tak kan bisa sukses secara sempurna. Setidaknya, kita hanya berusaha, berusaha dan berusaha.

Menganak tirikan materi
            Dalam ruang lingkup rumah tangga, anak merupakan sesuatu yang diidam-idamkam oleh kebanyakan suami maupun istri. Anak yang diperoleh dari hasil kerja keras sendiri akan disayang dengan sedemikian rupa. Seorang ibu maupun ayah tidak mau anaknya kurang sedikit apapun, apalagi lecet, sakit dan lain sebagainya. Berbeda dengan anak yang bukan anak kandung dalam artian anak tiri. Kasih sayang yang diberikan akan lebih rendah dibanding kasih sayang kepada anak kandung. Mayoritas orang memiliki pandangan yang demikian.
Dalam pelaksanaan UN, materi yang diujikan cukup terbatas. Dari tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat sesuai jurusan hanya ada 6 materi. Jurusan IPA yaitu, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, fisika, kimia dan biologi.Jursan IPS yaitu, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika,,geografi, ekonomi dan sosiologi. Jurusan keagamaan yaitu, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, tafsir, hadist, fiqih. Berbeda lagi tingkat SD dan SMP tentunya lebih sedikit.
Kita dapat melihat materi yang sangat pokok yang ada di setiap jurusan hanya 3 materi saja yaitu, bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan matematika. Sedangkan 3 materi yang lain hanya sebagai tambahan sesuai dengan jurusannya. Padahal, materi yang dipelajari sangatlah banyak. Kita ambil contoh di SMA Negeri 53 jakarta yang jumlah materinya kurang lebih 17 materi. Yang dijadikan standar kelulusan hanya beberapa persen saja. Lantas pelajaran-pelajaran yang lain dianggap apa!
Setiap orang memiliki karakter yang berbeda, kebiasaan dan kesukaan berbeda. Tidak cukup lantas hanya materi tersebut menjadi tolak ukur kelulusan siswa. Tidak salah kemudian banyak siswa yang melakukan penyimpangan-penyimpangan pada saat UN berlangsung. UN menjadi satu-satunya momen yang mengerikan. Jika salah satu dari materi tidak mencapai target ketentuan minimal maka secara otomatis tidak lulus.
Selama ini UN dijadikan fase hot yang seakan-akan membuat orang gemetaran dan menelan ludah. Dengan ketentuan pemerintah yang demikian, terselenggaranya UN secara jujur masih menuai pertanyaan besar. 

2 comments:

  1. antara teori dan praktik di lapangan sangat jauh berbeda.... eniwe good ulul :)).. (y)

    ReplyDelete

Baca Juga