BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIMBISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

adsene camd

Saturday 8 October 2016

Tax Amnesty dan Potensi Manipulasi


Pada2016 ini, pemerintahan Jokowi-JK mulai memberlakukan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty. Kebijakan ini dilakukan untuk mendorong potensi penerimaan dalam APBN khususnya dari sektor pajak, baik pada tahun ini ataupun untuk tahun-tahun berikutnya. Secara lebih luas, adanya tax amnesty diharapkan mampu memberi pengaruh positif yang bisa dirasa bagi perekonomian Indonesia di tengah geliat perekonomian yang semakin melemah.
Tax amnesty merupakan pengampunan atau pengurangan pajak yang dilakukan oleh pihak perpajakan terhadap aset yang dimiliki oleh perusahaan. Pengampunan pajak ini meliputi penghapusan pajak terhutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana pada bidang perpajakan, maupun sanksi pidana tertentu yang diharuskan membayar denda.
Tax amnesty sesungguhnya sangat cocok diterapkan di Indonesia. Sebab, angka wajib pajak yang relatif tinggi. Menurut laporan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan bahwa jumlah angka wajib pajak saat ini berjumlah 27 juta. Sedangkan jumlah penerimaan pajak pada tahun2015 bertambah sekitar Rp 5,24 triliun. Penerimaan per 31 Desember 2015 yang awalnya berjumlah Rp 1.005.89 triliun menjadi Rp 1.011,2 triliun. Penambahan ini membuat hasil penghitungan akhir bahwa penerimaan pajak mencapai Rp 1.060 triliun. Angka tersebut banyak dihasilkan dari sektor pajak meliputi pajak non minyak, gas dan pajak terkait migas.
Jumlah tersebut diketahui setelah ada rekonsiliasi data pada 8 Januari lalu. Hasilnya, total pendapatan pajak non migas menjadi Rp 1.011 triliun, sedangkan penerimaan totalnya Rp 1.060 triliun. Angka ini menunjukkan bahwa penerimaan pajak tahun 2015 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Di Indonesia, perolehan dana dari sektor pajak merupakan pendapatan Negara yang sangat tinggi. Sejak 2013 lalu, perolehan dana pajak di Indonesia telah mencapai Rp. 1.000 triliun bahkan lebih. Oleh sebab itu, adanya kebijakan tax amnesty pada kondisi saat ini sangatlah tepat di tengah ramainya pembangunan infrastruktur yang tengah digarap oleh pemerintah.
Pembangunan Infrastukur
Pemerintah saat ini tengah gencar melakukan percepatan pembangunan Nasional. Khususnya di sektor infrastruktur, baik itu berupa proyek pembuatan jalan tol, kereta cepat, tenaga listrik dan lain sebagainya. Sebab, infrastruktur yang ada di Indonesia masih belum memadai. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, pembangunan infrastruktur di Indonesia masih sangat rendah. Puspa Wulandari, staff ahli Kementerian Keuangan RI dalam seminar tax amnesty memaparkan bahwa Infrastruktur di Indonesia masih sangat kurang, baik dari segi jumlah, kapasitas ataupun penyebarannya. Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 144 negara yang infrastrukturnya terbilang bagus. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia masih terbilang minim dan perlu adanya percepatan pembangunan.
Untuk mewujudkan itu semua dibutuhkan dukungan dana yang tidak sedikit. Dalam keadaan ekonomi saat ini yang semakin melemah, serta anggaran yang telah ditetapkan dari APBN masih belum mampu untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Maka, dibutuhkan suntikan dana segar dari dalam negeri guna mempercepat pembangunan yang sedang digarap. Langkah ini sangat perlu dilakukan, mengingat ekonomi Indonesia yang masih bergantung pada kondisi perekonomian global. Mau tidak mau, pemerintah harus memutar otak guna membangun kekuatan finansial dari dalam negeri.
Tax amnesty hadir untuk menjadi suatu jawaban yang sangat tepat di tengah momentum saat ini. Target utama dari penjaringan tax amnesty ini adalah uang orang-orang Indonesia yang kaya yang disimpan di luar negeri. Dana inilah yang nantinya diharapkan menjadi support dalam proses pembangunan infrastruktur. Tidak bisa hanya bergantung pada sektor komoditas saja. Sebab, sejumlah komoditas masih bergantung pada keadaan ekonomi dunia yang saat ini mengalami perlambatan.
Dana repatriasi dari kebijakan tax amnesty ini, oleh pemerintah ditargetkan untuk mencapai Rp. 1000 triliun.  Hasilnya kemudian akan didorong untuk memenuhi pendanaan sektor pembangunan riil, salah satunya pembangunan infrastruktur.
Namun terlepas dari itu semua, pemberlakuan tax amnesty tentu tidak akan berjalan mulus begitu saja. Akan ada wajib pajak yang tidak bertanggungjawab yang akan melanggar kebijakan tax amnesty dan mencari celah kelemahan dari penerapannya. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi potensi untuk memanipulasi data dalam penjaringannya di lapangan .Karenanya, jangan sampai pengampunan pajak dijadikan momentum untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan sejumlah harta yang belum dilaporkan atau ditempatkan di luar negeri.
Potensi Manipulasi
Secara prinsipnya, setiap wajib pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak. Artinya, ini merupakan pilihan bagi siapa saja yang ingin mengikuti tax amnesty. Bagi yang tidak mengikuti, Ditjen Pajak telah memberikan fasilitas pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) yang berguna sebagai pembetulan pajak.
Pengampunan Pajak ini diberikan kepada seluruh Pajak yang timbul atas pengungkapan harta yang diajukan pengampunan, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta penjualan atas barang mewah (PPnBM). Dengan disahkannya UU Pengampunan pajak serta pembebasan membayar denda atas pajak yang belum dilaporkan, maka potensi bagi wajib pajak untuk memanipulasi data sangat terbuka.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan tax amnesty, sangat diperlukan kejujuran dari wajib pajak. Pihak pemohon amnesti harus melaporkan dengan sebenar-benarnya mengenai aset yang belum dilaporkan sebelumnya dan investasi aset repatriasi yang ada di dalam atau di luar negeri. Pemerintah selaku pengawas harus memperketat pengawasan dan berkerja sama dengan berbagai pihak untuk turut mengawasi perjalanan praktik tax amnesty, tidak hanya melibatkan pihak internal Direktorat Jenderal pajak saja. Dirasa sangat perlu kiranya bekerja sama dengan penampung aset repatriasi, pihak-pihak yang terkait dan bahkan dengan masyarakat.

Dengan demikian, potensi wajib pajak untuk memanipulasi data dalam pelaksanaan tax amnesty bisa diminimalisir bahkan dicegah, sehingga mampu mencapai tujuan awal dari diberlakukannya tax amnesty tersebut.  Semoga!

Friday 7 October 2016

nyoba

Tanggal 4 juli 2006 dibeli 100 lembar saham PT Roda Mas dengan nilai nominal 100.000 /lembar saham, dengan harga kurs sebesar 98 % biaya propisi dan materai sebesar 50.000. dari transaksi beli saham tersebut data di hitung nilai pembelian saham sebagai berikut:
Harga perlembar= 100.000
Kurs= 98%
Propisi dan materai= 50.000
Jumlah pembelian saham= 100 lembar
Nilai Saham= 98% X 100 X harga perlembar (100.000)=    9.800.000
Propisi dan materai                                                                               50.000
                                                Nilai Saham                        =             9.850.000

tanggal 1 Agustus 2006 dijual 40 lembar saham PT Roda Mas dengan harga kurs sebesar 104 %.Biaya propisi dan materai sebesar 200.000.
Nilai Jual = 104 % X 40 X 100.000=              4.160.000
Propisi dan materai=                                            20.000
Nilai jual                                                              4.140.000
Perlembar saham            4.140.000 : 40 = 103.500
Jual                                        103.500
Pembelian                          98.500
Untung                                 5.000
Dibeli 100 lembar obligasi dari PT Samudra dengan nilai nominal 100.000/lembar dengan kurs 97%. Biaya propisi dan materai 50.000. bunga obligasi sebesar 12 % setahun dan dibayarkan tiap-tiap tanggal 1 Maret dan 1 September.
Pembelian= 97% X 100 X 100.000 = 9.700.000
Propisi dan materai                            =      50.000
Jumlah                                                       9.750.000


Hitunglah hasil penjualan tersebut, 

Baca Juga