BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIMBISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

adsene camd

Saturday 28 March 2015

Motif Bisnis Lembaga Pendidikan

Oleh: Ulul Hidayat
 Jateng Pos 27 Maret 2015
    Motif atau motivasi merupakan proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Orang yang memiliki motivasi tinggi dapat diartikan sebagai orang memiliki alasan kuat untuk mencapai segala hal yang diinginkan.
    Kata bisnis, dalam ranah ekonomi adalah organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen. Bisnis didesign untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran bagi para pemiliknya. Dalam dunia bisnis, istilah yang menjadi acuan adalah business of business is business. Berdasarkan prinsip ini, etika tidak ada kaitannya dengan bisnis. Maka tidak tepat jika istilah ethical disandingkan dengan istilah business. Kedua hal tersebut dipandang berbeda. Mereka yang suka bicara bisnis tidak suka bicara etika, dan yang sering berbicara etika umumnya bukan orang bisnis.
Di Indonesia, peluang untuk berbisnis sangat dominan. Dari modal yang kecil hingga tingkat konglomerat, dari yang halal hingga yang haram semuanya telah tersedia tergantung dari sisi mana seseorang pandai membaca peluang. Bahkan pendidikanpun bisa dijadikan ajang peluang bisnis.  
    Saat ini, lembaga pendidikan di Indonesia semakin menjamur. Mulai dari lembaga pendidikan yang mengelola PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga perguruan tinggi. Pendirinya juga berasal dari berbagai macam latar belakang. Baik bersifat pribadi/keluarga, institusi keagamaan/pondok pesantren, organisasi sosial, dan lain sebagainya dengan motif yang berbeda pula.
    Apa motif sebenarnya dibalik pendirian yayasan pendidikan yang semakin menjamur di tanah air? Benarkah karena dana dari pemerintah yang sangat besar (20 %) memiliki daya magnetik terhadap motif pendirian yayasan pendidikan di tanah air? Pepatah mengatakan uang bukan segala-galanya, tapi segala-galanya dengan uang, hal itu yang sering teringat dibenak kita.        
    Realitanya, pendidikan sering dijadikan motif bisnis yang menguntungkan bagaikan ATM yang tak ada matinya. Pendidikan dijadikan mesin uang dengan memandang bahwa pendidikan sebagai kebutuhan bahkan candu bagi masyarakat modern.  
    Biaya pendidikan di Indonesia relatif mahal. PAUD (Pendidikan Anak Usia dini) dan taman kanak-kanak saat ini biayanya sangat variatif. Dari yang level bawah sampai yang memiliki label  biaya kelas elit, apalagi yang mengadopsi Full Day School. Biaya masuknya berkisar tiga jutaan rupiah. Semakin tinggi tingkat satuan pendidikan akan linier dengan tingginya biaya pendidikan dengan catatan sekolahnya memiliki prestise bukan sekolah dalam kategori yang biasa-biasa saja.
Nama sekolah yang secara luhur dikenal sebagai sarana membentuk kader bangsa yang handal menjadi tercoreng karena motif-motif yang hanya mengedepankan kepentingan pribadi. Kewajiban sekolah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa kini mulai luntur. Sehingga paradigma masyarakat mengenai sekolah berbalik arah. Sekolah dianggap pembodohan yang hanya membuang-buang waktu saja.  
     Jika sejak awal orientasinya adalah bisnis, maka praksisnya dapat ditebak akan terjadi disorientasi dan rawan konflik. Baik konflik antara pihak sekolah dan guru atau ketidakpuasan siswa dan orang tua atas pelayanan akademik. Guru berpotensi untuk mengeluh karena akan timbul relasi patron klien, tak ubahnya pembantu dan majikan. Dan ketidakpuasan siswa timbul karena motivasi guru yang lemah karena guru sibuk dengan keluhannya kepada pihak sekolah.
Kembali menjadi Panutan
    Lepas dari itu, lembaga pendidikan harus kembali kepada nilai-nilai pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, serta bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini berarti lembaga pendidikan bertujuan untuk mengembangkan semua potensi yang ada pada diri manusia. Mulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap pengetahuan agama dan pengetahuan umum hingga afeksi yaitu terjadinya internalisasi ajaran, nilai agama dan pengetahuan kepada diri siswa.
    Lembaga pendidikan (baik formal, non formal atau informal) merupakan tempat mentransfer ilmu pengetahuan dan budaya (peradaban) melalui praktik pendidikan. Peserta diajak untuk memahami sejarah atau budaya dapat ditransformasi dalam kehidupan yang akan mereka alami serta mempersiapkan mereka dalam menjawab tantangan dan tuntutan yang ada di dalamnya.
    Oleh karena itu esensi dari tujuan pendidikan nasional adalah proses menumbuhkan budaya keilmuan, sosial, politik dan ekonomi yang lebih baik dalam perspektif tertentu harus mengacu pada masa depan yang jelas seperti yang tertera pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4.
    Salah satu faktor untuk mengembangkan peradaban bangsa, pendidikan merupakan salah satu hal yang dominan. Keberhasilan sebuah pendidikan, sama halnya dengan berpartisipasi dalam mengembangkan bangsa. Lembaga pendidikan yang bertanggung jawab mencetak kader-kader mempunyai kewajiban untuk meyediakan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Menurut filosof Inggris, Helbert Spencer bahwa pendidikan adalah menyiapkan seseorang agar dapat menikmati kehidupan yang bahagia. Baik kebahagiaan diri sendiri, keluarga, masyarakat atau kebahagiaan bangsa.    
    Apakah lembaga pendidikan kita telah mampu mengantarkan peserta didik menjadi agen perubahan masyarakat atau bangsa?. Untuk mewujudkan tujuan luhur dari pendidikan. Lembaga pendidikan harus mempunyai  motif  untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tidak ada motif lain seperti bisnis, politik, atau lain sebagainya.
    Tapi kenyataan saat ini, lembaga pendidikan dijadikan ajang bisnis atau politik, sehingga tujuan dasar lembaga pendidikan untuk mencetak kader bangsa terisolasi oleh motif-motif tersebut. Dengan demikian sama halnya kembali pada rezim neoliberal yang hanya akan memandang dunia pendidikan sebagai barang dagangan belaka, sehingga dapat meraup keuntungan dari rakyat pekerja yang ingin masuk dan mengenyam pendidikan. Dunia pendidikan ini adalah alat untuk mempersiapkan tenaga-tenaga kerja baru yang siap untuk diterjunkan ke dalam dunia industri yang hanya menguntungkan pemilik modal. Jika tujuan awal pembangunan lembaga pendidikan adalah sebagai ajang bisnis, maka terciptanya kader bangsa akan minim. Secara tidak langsung bukan memajukan bangsa tapi akan menambah keterpurukan bangsa.
Wallahu A’lam Bis-Shawab.  

atau klik di sini

http://politikekonomiislam.blogdetik.com/




Artikel terkait: http://hidayatulul.blogspot.co.id/2015/01/ekonomi-kerakyatan.html http://hidayatulul.blogspot.co.id/2015/01/bmt-jantung-ekonomi.html

Monday 26 January 2015

Ekonomi Kerakyatan

Senin,  26 Januari 2015  −  10:58 WIB


Ulul Hidayat 
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi Perbankan (STEBank) Islam Mr Sjarifuddin Prawiranegara Jakarta, Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jakarta Pusat Utara (Pustara). STEBank Islam Mr Sjarifuddin Prawiranegara Jakarta 

Ekonomi kerakyatan menurut Pasal 33 UUD 1945 merupakan ekonomi yang digerakkan atas dasar kekeluargaan, optimalisasi pemanfaatan SDA dan SDM yang bertujuan mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. 

M Hatta (1930), salah satu pakar ekonomi, membuat konsep ekonomi kerakyatan berdasarkan atas tiga prinsip. Pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Kedua, berbagai cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
 

Ketiga, bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 UUD 1945). Memasuki tahun 2015, Pemerintah Indonesia akan menghadapi tantangan baru, yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang tentunya akan memberikan prospek dan peluang ekonomi antar negara kawasan ASEAN.
 

Sebuah keharusan bagi negara anggota ASEAN untuk mempersiapkan diri dengan matang agar persaingan global di pasar bebas dapat dimaksimalkan. Namun pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dengan persiapan Indonesia? Pada bulan Maret 2014, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang, sedangkan pada bulan September 2013 mencapai 28,60 juta orang, berkurang 0,32 juta orang dari tahun 2014.
 

Rakyat sebagai pemegang peranan penting dalam persaingan ekonomi global harus dibekali dengan kemampuan khusus untuk dapat bersaing. Jika tidak, rakyat akan menjadi korban. MEA yang berpotensi untuk menyejahterakan rakyat akan menjadi sebaliknya.
 

Sebagai sokoguru, dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), negara bisa berperan langsung untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang berkaitan dengan ekonomi. Dengan cara itu, diharapkan kemakmuran rakyat menjadi prioritas dari pada minoritas atau perorangan sebelum berhadapan dengan MEA. Wallahu aWallahu alam bi al-shawab .

BMT Jantung Ekonomi

Oleh: Ulul hidayat
                                                           
Poros Mahasiswa 
Koran SINDO Kamis11 Desember 2014  
            Sejak Indonesia dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan, perekonomian rakyat selalu menjadi persoalan penting di Indonesia yang hingga kini belum ditemukan titik terangnya. Oleh karena itu, persoalan yang selalu muncul adalah bagaimana cara menyelesaikan krisis yang tak kunjung usai ini. Salah satu jawabannya adalah menggiatkan sektor riil masyarakat. Perekonomian rakyat merupakan sistem perekonomian yang tahan banting dan tangguh terhadap benturan krisis. Akan tetapi, kehadirannya tidak pernah mendapatkan perhatian secara sungguh-sungguh.
Dengan sifat ekonomi kerakyatan tersebut, jika dianalisa lebih mendalam, maka dapat menjadi soko guru atau tiang penyanggah ekonomi Indonesia yang semakin baik. Lembaga apakah yang dapat mengakses mekanisme perekonomian rakyat tersebut? jika hal ini dilakukan, maka dianggap perlu adanya lembaga yang dapat mengakomodasi antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki dana. Dana atau modal inilah yang digunakan untuk menggiatkan sektor riil atau ekonomi rakyat tersebut.
 Dalam kondisi yang demikian, BMT sebagai lembaga keuangan mikro muncul dan mencoba menawarkan solusi bagi masyarakat ekonomi bawah. BMT merupakan kepanjangan dari Baitul Maal wa baitul tanwil yang berarti rumah dana dan rumah usaha. Kedua pengertian tersebut memiliki makna dan dampak yang berbeda. Baitul Maal dengan segala konsekuensinya merupakan lembaga sosial yang berdampak pada tidak adanya profit atau keuntungan material di dalamnya, sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang karenanya harus dapat berjalan sesuai prinsip bisnis yaitu efektif dan efisien.
Dalam sebuah dialog yang bertemakan ‘’ Mendorong Pengembangan Ekonomi  Syariah sebagai Keunggulan Daya Saing Ekonomi Indonesia dalam Peradaban Global’’  ketua Asosiasi BMT Indonesia (Absindo), Aries Muftie berpendapat bahwa  BMT tidak takut bersaing dengan bank syariah dalam memberikan pinjaman di sektor mikro. Pasalnya bank syariah memiliki level yang berbeda dengan BMT dalam memberikan pinjaman. Bank tidak mau memberi pinjaman kepada nasabah yang penghasilannya hanya 10 dolar per hari. Sedangkan BMT masih mau memberi pinjaman kepada anggota yang penghasilannya 2 dolar per hari.
Didirikannya BMT bertujuan untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Menjadikan BMT sebagai penggerak sektor riil adalah menjadikan BMT sebagai Pusat Unit Kegiatan Masyarakat, dengan mengaktifkan dan memfungsikan 4 dimensi BMT, yaitu Dimensi Produser (usaha mengeksploitasi sumber-sumber daya agar dapat menghasilkan manfaat ekonomi), Konsumen (pengunaan harta secara efisien) , Distributor (mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen) dan Sirkulator (sarana perdagangan ataupun tukar-menukar barang). Di mana BMT menjadi tumpuan harapan masyarakat berkenaan dengan masalah Investasi, Distribusi, dan Sirkulasi.

Dari hal tersebut, maka pemerintah dianggap perlu untuk membantu dan memperbanyak pembangunan BMT sebagai lembaga keuangan yang pro rakyat.  Dari lembaga ini masyarakat tidak perlu khawatir untuk memperoleh dana untuk memulai segala aktifitas riil mereka sehingga mampu untuk menjadi lebih mandiri. Peran BMT yang pro rakyat inilah yang dikatakan “ jantung ekonomi” yang nantinya akan menyuburkembangkan perekonomian Indonesia.  

Baca Juga